Duta Nusantara Merdeka | Jakarta
Tahun 2020 s/d 2022 menjadi tahun yang sedikit berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya, karena dengan adanya Pandemi Covid-19 ini, ternyata membawa banyak perubahan dalam tatanan kehidupan masyarakat dunia dan khususnya Indonesia. Cara kerja yang dilakukan pun menjadi berubah drastis ketika Pandemi Covid-19 ini terjadi, adanya pembatasan dalam berkegiatan sangat mempengaruhi kinerja yang dilakukan oleh berbagai organisasi perlindungan anak yang di Indonesia. Namun semangat untuk memerangi kejahatan eksploitasi ekonomi dan seksual anak baik secara luring dan daring tidak boleh berkurang disetiap kondisi apapun, karena anak-anak Indonesia harus mendapatkan perlindungan dari semua bentuk kekerasan dan eksploitasi yang bisa menimpa mereka.
Pandemi Covid-19 juga memberikan dampak dalam upaya perlindungan anak di Indonesia. Perubahan pola komunikasi dan dinamika sosial dalam pemanfaatan internet, serta terganggunya akses layanan kesehatan dan perlindungan khusus anak selama masa pandemi di satu sisi justru menambah kerentanan anak untuk terdampak eksploitasi seksual baik secara daring maupun luring.
Merujuk pada data yang dimuat dalam Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (SIMFONI PPA) yang dirilis oleh Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) menunjukkan fakta bahwa dari 1 Januari hingga 26 Juni 2020, terdapat 3.297 kasus kekerasan terhadap anak, dimana 60% diantaranya termasuk ke dalam kasus eksploitasi dan perdagangan anak. Secara spesifik, Deputi Perlindungan Anak KemenPPPA juga menyatakan bahwa telah terjadi peningkatan Jumlah korban ESA selama pandemi Covid-19 dari 1.524 (pada saat sebelum pandemi) menjadi 2.367 kasus.
Selain itu, pada awal pandemi berlangsung, ECPAT Indonesia berhasil melakukan pemetaan tren kepada 1.203 anak di seluruh Indonesia, yang hasilnya diketahui bahwa terdapat 287 anak menyatakan pernah mendapatkan pesan, gambar dan video vulgar yang dinilai membuat mereka tidak nyaman dan/atau bermuatan pornografi saat berselancar di dunia maya. Mirisnya, fakta ini tidak hanya terjadi di Indonesia saja, tetapi di banyak negara di dunia.
Menurut data yang dipaparkan oleh NCMEC (National Center for Missing and Exploited Children) pada periode 1 Januari sampai 31 Desember 2020 telah terjadi peningkatan yang signifikan terhadap indikasi eksploitasi seksual anak secara online selama masa Covid-19 hingga mencapai 97,5 persen.
Anak-anak di seluruh dunia, termasuk di Indonesia menghadapi risiko besar terjerumus menjadi pekerja anak sebagai akibat dari pandemi COVID-19. Laporan pekerja anak ILO dan UNICEF 2020 bertajuk "COVID-19 dan pekerja anak: Saat krisis, saatnya bertindak lebih kuat" melaporkan bahwa COVID-19 dapat mengakibatkan peningkatan kemiskinan dan karenanya akan meningkatkan pekerja anak mengingat rumah tangga akan menggunakan segala upaya agar dapat bertahan hidup.
Pada penelitian yang dilakukan oleh Smeru, BAPPENAS dan PAACLA yang dilakukan pada masa Pandemi Covid 19 ditemukan fakta bahwa meningkatnya jumlah anak yang hidup dalam kemiskinan dan mengakibatkan anak-anak banyak yang putus sekolah dan harus bekerja untuk membantu perekonomian keluarga dan membuat angka eksploitasi ekonomi pada anak menjadi lebih tinggi.
Kekerasan anak di ranah daring juga perhatian selama masa pandemi Covid-19 di Indonesia, beberapa lembaga perlindungan anak menyoroti peningkatan kasus kekerasan anak diranah daring, kasus-kasusnya pun beragam, mulai dari cyberbulling, cyber harassment, penipuan dan pencurian data pribadi anak sering terjadi pada masa pandemi Covid-19 dan sebagian korbannya adalah anak-anak.
Pemerintah perlu mengambil perhatian dalam kekerasan anak diranah online ini, agar anak-anak tidak menjadi korban di ranah daring dan perlunya peningkatan pemahaman cyber safety bagi anak-anak untuk mencegah mereka menjadi korban kekerasan di ranah daring.
Dengan meningkatnya angka kekerasan dan eksploitasi pada anak yang terjadi selama masa Pandemi Covid-19, ECPAT Indonesia, Yayasan Pusat Kajian dan Perlindungan Anak (PKPA) dan JARAK berinisiasi untuk menyelenggarakan Konferensi Nasional dengan tema "Kebangkitan Nasional dalam Upaya Perlindungan Anak di Indonesia Pasca Pandemi Covid-19" selama 2 hari dari tanggal 18-19 Mei 2022 di Jakarta.
"Kegiatan ini dilakukan dengan tujuan untuk membangun momentum refleksi dari YKYS setiap stakeholder yang terlibat untuk dapat saling berbagi pengalaman, kebijakan dan praktik baik yang telah dilakukan sebagai bentuk upaya kolaborasi dan penguatan sistem perlindungan anak di Indonesia setelah dua tahun Indonesia berjuang menghadapi pandemic Covid-19," kata Ahmad Sofian, SH, MA Ketua Yayasan Pusat Kajian dan Perlindungan Anak.
Adapun tujuan khusus yang ingin dicapai dalam kegiatan ini antara lain:
1. Kolaborasi nasional aktor-aktor perlindungan anak (pemerintah, akademisi, organisasi masyarakat sipil, media dan organisasi anak maupun orang muda) dalam upaya pengumpulan data yang reliabel dan komprehensif berskala nasional.
2 Terbangunnya jaringan nasional dan internasional untuk memperkuat upaya advokasi dan perlindungan anak dari eksploitasi ekonomi dan eksploitasi seksual secara daring dan luring.
Dalam rangka menyambut hari Kebangkitan Nasional yang jatuh pada tanggal 20 Mei 2022. ECPAT Indonesia, Yayasan PKPA dan JARAK berharap kegiatan Konferensi Nasional ini menjadi momentum dalam terbangunnya sinergi antara para pengambil kebijakan mengenai perlindungan anak online di tingkat nasional dan lokal di Indonesia, dan terbentuknya kolaborasi antara private sector dengan penggerak perlindungan anak yang masih minim dalam menggerakkan isu perlindungan anak online di Indonesia, yang dapat dalam memberikan perlindungan bagi anak pasca pandemi Covid-19 di Indonesia, agar anak-anak Indonesia bisa terlindungi dalam segala bentuk eksploitasi ekonomi dan seksual baik secara daring dan luring.
Berikut adalah rekomendasi yang ingin disampaikan oleh ECPAT Indonesia, Yayasan PKPA dan JARAK dalam upaya perlindungan anak di Indonesia pasca covid-19:
1. Penegakan hukum yang tegas dalam penanganan kasus-kasus eksploitasi ekonomi dan eksploitasi seksual secara daring dan luring.
2. Pemerintah Indonesia mengirimkan laporan rekomendasi nasional terkait dengan perlindungan anak dalam eksploitasi ekonomi dan eksploitasi seksual anak secara daring dan luring ke Komite Hak Anak.
3. Pemerintah Indonesia perlu membangun pusat data nasional yang valid dan dapat diakses secara mudah oleh masyarakat untuk pemenuhan hak dan perlindungan anak dari eksploitasi anak di Indonesia.
4. Pemerintah Indonesia menyusun roadmap penghapusan ekploitasi anak yang komprehensif dan melibatkan multistakeholders untuk mengambil peran dan tanggungjawab dalam penghormatan dan perlindungan anak.
5. Pemerintah Indonesia wajib membangun sistem perlindungan dan pencegahan pekerjaan terburuk bagi anak termasuk pada pekerja rumah tangga anak (PRTA)
6. Pemerintah Indonesia menyusun kebijakan untuk perlindungan data pribadi anak dengan para pemegang kepentingan termasuk sektor swasta.
7. Pemerintah desa berkomitmen untuk membuat kebijakan larangan kepada sektor industri swasta untuk tidak mempekerjakan anak. (Arianto)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar