Duta Nusantara Merdeka | Jakarta
Kapolres Lampung Timur, AKBP Zaky Alkazar Nasution diduga bohongi tersangka Wilson Lalengke (Ketua Umum PPWI-red), dengan iming-iming akan dilepas dari penahanan, jika sudah melakukan pernyataan minta maaf dalam Konperensi Pers (Konpers), yang digelar di Polres Lampung Timur, Senin (14/03/2022) lalu.
Menurut sumber yang layak dipercaya, kepada Wilson Lalengke sudah ditunjukkan Surat Tanda Komitmen bermeterai, untuk ditandatangani bersama, seolah menunjukkan keseriusan kedua belah pihak. Bahkan, permintaan AKBP Zaky Alkazar Nasution semacam barter, untuk tidak memberitakan hal-hal buruk tentang Polres Lampung Timur, sudah dipenuhi Wilson Lalengke, bersama ratusan media yang bernaung dibawah organisasi Persatuan Pewarta Warga Indonesia (PPWI).
Ternyata, setelah Wilson Lalengke disuruh minta maaf kepada Kapolri, Kapolda, Para Pejabat Lampung Timur, Masyarakat Adat, secara terbuka dalam Konpers, dan dipaksa menggunakan baju tahanan berwarna oranye, AKBP Zaky Alkazar Nasution mangkir alias bohong.
AKBP Zaky Alkazar Nasution memperdaya Wilson Lalengke dan kawan-kawan (Edi Suryadi dan Sunarso). Buktinya, penahanan Wilson dkk terus dilanjutkan hingga 20 hari sejak penangkapan mereka tanggal 12 Maret 2022, bahkan diperpanjang masa penahanannya di Kejaksaan 20 hari sejak dilimpahkan.
Satu hal paling mengagetkan publik, dalam Konpers tersebut, hadir beberapa pejabat dari unsur Forkominda Lampung Timur. Hal ini seakan menggambarkan kasus Wilson Lalengke dkk, adalah kasus ‘extra ordinary crime’.
Selain itu diketahui, Kapolres Lampung Timur juga ditemui Anggota DPD R.I, Dr. Maya Rumantir, MA., Ph.D untuk berdialog, mengingat kesalahan yang dilakukan Wilson Lalengke dan kawan-kawannya, hanya merubuhkan papan bunga. Namun, hal itupun nampaknya tidak digubris AKBP Zaky Alkazar Nasution.
Masyarakat juga tentu dapat menilai apa bagaimana persoalan menjatuhkan papan bunga ini menjadi persoalan yang sangat rumit dan seolah berat. Padahal, untuk kasus sejenis ini, terbuka peluang untuk melakukan Restorative Justice, yang diatur dalam Perma No.2 Tahun 2012 Tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda Dalam KUHP.
Terakhir diketahui, Kejaksaan Negeri Lampung Timur mengundang pihak Wilson Lalengke dan Masyarakat Adat, untuk melakukan Restorative Justice. Namun Restorative Justice juga gagal, karena secara seragam, pihak Masyarakat Adat menyatakan agar proses hukum tetap dilanjutkan. (Arianto)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar