Sekolah dasar diselesaikan di SD Negeri Inpres Lee, Kecamatan Mori Atas, kemudian melanjutkan ke SMP Negeri Tomata, di ibukota kecamatan itu. Hanya setahun di sana, ia pindah dan belajar di SMP Negeri 2 Poso, lalu melanjutkan studi di SMA Negeri 2 di kota yang sama.
Saat berprofesi sebagai guru SMA di Pekanbaru, berkesempatan mengunjungi Jepang melalui Youth Invitation, salah satu program yang disponsori oleh Japan International Cooperation Agency (JICA). Terpilih dari ribuan guru se-Indonesia untuk mengikuti program tersebut. Pendidikan Strata-1 (S-1) diselesaikan di Universitas Riau, Pekanbaru di tahun 1994 ketika ia merantau jauh dari tanah kelahirannya, Sulawesi Tengah.
Pria yang bercita-cita menjadi seorang Diplomat ini sebelum merantau ke Pekan Baru, Riau, sempat punya pengalaman hidup menetap di Bandung guna mengadu nasib mencari pekerjaan di tahun 1986.
Di Pekanbaru, berkat bantuan dari sebuah keluarga dokter spesialis saraf (neurolog), keluarga dr. Chris Rumantir, bisa memperoleh kesempatan kuliah setelah berhasil meraih satu kursi melalui Sipenmaru (Sistim Penerimaan Mahasiswa Baru, serupa UMPTN sekarang) di Universitas Riau. Ia diterima di Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, untuk program studi PMP-KN, jenjang Diploma-2, tahun 1987 dan diselesaikan tepat 2 tahun setelahnya.
Tercatat bekerja sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) di lingkungan Kantor Walikota Pekanbaru. Seperti halnya dalam menempuh studi, perjalanan karirnya juga penuh lika-liku yang sulit. Dimulai dari menjadi guru honorer selepas menamatkan program Diploma-2, di sebuah SMP swasta di pinggiran kota Pekanbaru di tahun 1989.
Setahun kemudian ia mendapat tugas sebagai guru CPNS ke sebuah SMP negeri di kecamatan terpencil di Kuala Indragiri, Kabupaten Indragiri Hilir, Propinsi Riau. Lima tahun mengabdi menjadi guru di SMA Negeri Plus Propinsi Riau itu, ia kemudian dimutasi ke SMK Negeri 2 Pekanbaru dan dipercaya menjadi Ketua Jaringan Informasi Sekolah (JIS) Kota Pekanbaru sejak tahun 2002 yang memiliki tugas membangun jaringan atau network antar sekolah di Pekanbaru melalui program Wide Area Network (WAN) dan melaksanakan berbagai pelatihan-pelatihan baik untuk siswa maupun guru sekolah-sekolah se-Pekanbaru.
Sosok berprestasi ini mampu menyelesaikan pendidikan S-2 di Eropa. Menyelesaikan studi pasca-sarjana, Master in Global Ethics di Universitas Birmingham, Inggris tahun 2006 atas beasiswa Ford Foundation – International Fellowships Program, dan Master in Applied Ethics di konsorsium Universitas Utretch Belanda dan Universitas Linkoping Swedia tahun 2007, atas dukungan beasiswa dari Komisi Eropa melalui program Erasmus Mundus.
Selepas menyelesaikan program masternya pada tahun 2017, Wilson Lalengke, pria penyuka film spionase dan fiksi dan penyuka Papeda punya kegemaran memancing ini mulai aktif sebagai penulis di media online Kabar Indonesia, Koran Online Pewarta Indonesia, dan berbagai media online lainnya sebagai wadah implementasi ilmu yang diperolehnya di program pasca sarjana.
Kesukaannya menulis sejak masa SMA telah mengantarkannya sebagai salah satu penulis yang dihadiahi predikat “Reporter of the Month April 2007″ oleh Kabar Indonesia. Sebelumnya, beberapa tulisannya juga telah dimuat di Harian Riau Pos dan Mingguan Genta, keduanya media lokal di Pekanbaru, serta di majalah Caltex, majalah internal PT. Caltex Pacific Indonesia.
Di tahun 2007-2010, Wilson dipercaya menjadi Pimpinan Redaksi Kabar Indonesia, Pimpinan Redaksi Tabloid Explore Indonesia, dan saat ini adalah Pimpinan Redaksi Koran Online Pewarta Indonesia dengan situs utama www.pewarta-indonesia.com dan Ketua Umum Perkumpulan Pewarta Warga Indonesia (PPWI).
Lima tahun kemudian, ia juga berhasil meraih satu kursi di Sekolah Kepemimpinan Nasional untuk mengikuti Program Pendidikan Reguler Angkatan (PPRA) Ke-48 Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas) Republik Indonesia tahun 2012.
Ayah dari seorang istri dan empat orang anak ini dalam pergaulan hidup keseharian, adalah seorang teman yang baik, figur ayah dan pemimpin yang sangat peduli, perhatian dan pelindung.
Namun Wilson Lalengke, S.Pd, M.Sc, M.A juga terkadang tidak menyenangkan bagi segelintir kalangan, terutama karena karakter dan ciri khasnya yang kepala batu dan suka menentang arus, dianggap salah meski benar. Beliau bukan tidak tahu istilah jangan menentang matahari, matamu bisa buta, tetapi bila keadilan dan kebenaran tidak lagi pada porsinya, Wilson bisa menyala-nyala dengan prinsip “lebih baik buta, daripada berputih mata melihat ketidak-benaran dan kemungkaran yang berlangsung di depan mata."
Dan itulah sosok Wilson Lalengke yang berani bicara tentang keadilan dan kebenaran tanpa peduli dirinya menjadi korban atau dikorbankan banyak kepentingan di negeri ini. Meski secara pribadi banyak memiliki hubungan baik dengan anggota legislatif dan aparatur pemerintah serta instansi di kepolisian dan angkatan bersenjata, jaringan nasional dan internasional, namun tak serta merta mengandalkannya. Seorang anak bangsa dan sosok jurnalis sejati yang tidak banyak keinginan, kecuali berharap agar segenap rakyat Indonesia sungguh-sungguh diberi kesempatan dan cerdas untuk menjadi sebenar-benarnya manusia.
Di sepanjang usia selama hidup di bumi Pertiwi diberikan kesejahteraan dan keadilan sosial yang tidak senjang dan sebenar-benarnya sebagaimana nila-nilai dalam setiap ajaran agama yang diyakini dan di dalam butir-butir Pancasila. Mari bicara jujur dan mari semuanya dukung perjuangan Wilson Lalengke untuk stop kriminalisasi terhadap kebenaran terkhusus kepada para jurnalis/wartawan serta kebebasan dalam mengeluarkan pendapat lewat sebuah karya tulis yang cerdas yang diatur di dalam undang-undang. (Arianto)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar