Duta Nusantara Merdeka | Jakarta
Advokat Alvin Lim, S.H, MSC, CFP, CLA selaku Ketua Pengurus LQ Indonesia Lawfirm dan salah satu kuasa hukum Wilson Lalengke memberikan tanggapan khususnya Polres Lampung Timur Polda Lampung tidak bertindak berdasarkan desakan pihak tertentu melainkan berdasarkan aturan hukum.
Menurut pendapat hukum Alvin Lim, pertanyaan saya hanya satu, merobohkan papan bunga dan bicara dengan nada keras ada pidananya dimana dalam KUHPidana, merubuhkan papan bunga beda dengan pengrusakan, karena nyatanya setelah papan bunga dirubuhkan Wilson, tak lama ditegakkan kembali oleh anggota Kepolisian.
"Jadi tidak ada kerusakan, karena pasal pengrusakan adalah unsurnya tidak dapat dipakai kembali. Jelas tidak ada kerusakan. Lalu dalam hal berbicara dengan nada keras belum ada hukumnya. Jelas pasal 1 KUHPidana berisi, bahwa seseorang tidak dapat dihukum kecuali ada dasar hukum dan aturannya. Jadi penangkapan tanpa dasar hukum dan patut diketahui tidak ada unsur pidananya adalah pelanggaran hukum formil dan oknum Polri tersebut bisa dikenakan sanksi etik," kata Alvin.
Terlepas dari adanya dugaan kelakuan Wilson Lalengke yang mungkin tidak sopan dan menyinggung pihak lain, tambahnya lagi, kalau setiap orang yang tidak sopan dan menyinggung perasaan orang lain ditangkap dan ditahan, maka kantor Polisi penuh. Polri harusnya independen dan bertindak berdasarkan hukum dan bukan desakan pihak tertentu.
"Sangat jauh tindakan Polres Lampung Timur Polda Lampung terhadap Wilson Lalengke dari slogan Polri Presisi. Apalagi motif awal Wilson Lalengke datang ke Polres Lampung Timur Polda Lampung untuk meminta keterangan kenapa anggota nya ditahan?. Seharusnya pihak Kepolisian menerima dan memberikan penjelasan, bukannya malah berantem di depan kantor Polisi, sangat tidak elok dan profesional," jelas Alvin Lim.
Selanjutnya Alvin Lim, meminta agar Polres Lampung Timur Polda Lampung segera membebaskan Wilson Lalengke setelah kewenangan Kepolisian untuk menangkap, habis 1x24 jam, karena syarat penahanan tidak terpenuhi dalam kejadian ini, agar jangan menjadi preseden kesewenangan Polri terhadap pimpinan anggota pers dan menyulut keributan dan kekisruhan yang lebih besar. Kepolisian harus bijak dalam menangani perkara ini dan menyelesaikan segera dengan Restorative Justice (RJ) dan bukan pidana yang adalah Ultimum Remedium, apalagi tidak ada kerugian material dan hanyalah ego masing-masing pihak. (Arianto)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar