Duta Nusantara Merdeka | Jakarta
Investasi diharapkan mampu mengurangi tingkat pengangguran di dalam negeri. Namun pada kenyataannya, investasi disektor pertambangan nikel, khususnya pada pabrik pengolahan (smelter) nikel yang dibangun investor asal China tidak hanya membawa segala peralatan dari negara asalnya, tetapi juga memboyong tenaga kerjanya dari China, termasuk tenaga kerja tanpa keahlian khusus seperti Satpam, tukang las, sopir, operator alat berat mereka angkut dari negara
China.
"Hingga saat ini, Pemerintah masih percaya bahwa investor China hanya mempekerjakan Tenaga Kerja Asing (TKA) ahli sehingga tidak sinkronnya data TKA ini perlu dibuka seluas-luasnya agar semua pihak dapat memiliki pemahaman yang sama," kata Marwan Batubara, Direktur Eksekutif Indonesian Resourcess Studies (IRESS) dalam Webinar dengan Tema: Membongkar Manipulasi Kejahatan Investor Smelter China di Hotel Sofyan Jakarta Selatan, Rabu, (02/02/2022).
Menurut Marwan, jumlah TKA China yang bekerja pada industri nikel lebih dari 80 ribu orang. Puluhan ribu TKA China ini bekerja pada puluhan tambang dan smelter nikel yang tersebar di Sulawesi Tengah dan Sulawesi Tenggara. Mayoritas TKA lulusan SD, SMP dan SMA. Namun memperoleh gaji besar dengan sebaran antara Rp 15 juta hingga Rp 35 juta.
"Untuk jenis pekerjaan yang sama, gaji perkerja pribumi lulusan SD-SMA hanya berkisar antara Rp 4 juta hingga Rp 5 juta! Nasib pekerja pribumi pada smelter-smelter milik China dan konglomerat oligarkis memang tragis," ungkapnya.
Tak cuma itu, lanjut Marwan, Ternyata sebagian besar TKA China menggunakan visa 212, yaitu visa kunjungan. Padahal, agar boleh bekerja, TKA harus mendapat visa 312. Namun hal ini sengaja dihindari karena harus memenuhi syarat skill, waktu, biaya, dan pajak.
Terlebih, Rekayasa dan konspirasi terkait TKA China ilegal ini jelas pelanggaran hukum serius. Karena menyangkut investasi miliaran dolar AS, maka tidak mungkin para investor China dan para taipan tidak paham persyaratan yang harus dipenuhi.
Berarti, mereka telah dengan sengaja merekayasa, memanipulasi, dan bekerjasama dengan oknum-oknum pejabat negara yang memiliki “power besar” guna melancarkan kejahatan sistemik ini. Para investor, taipan dan pejabat pemerintah terkait harus digugat atas pelanggaran hukum tersebut!
IRESS juga menemukan pembayaran gaji para TKA China oleh investor dilakukan di negara China. Dana dari gaji tersebut tidak beredar di Indonesia. Uang yang masuk Indonesia sangat minim.
"Dan yang pasti, Hal ini jelas merugikan ekonomi nasional dan daerah yang berharap perputaran ekonomi, peningkatan PDRB dan nilai tambah. Dengan modus ini, maka negara kehilangan penerimaan pajak, visa kerja, dan Dana Kompensasi Penggunaan TKA (DKPTKA) dari puluhan ribu TKA China (asumsi 30 smelter @2000 orang) minimal Rp 2,5 triliun per tahun," pungkasnya.
Turut hadir dalam kegiatan ini: Marwan Batubara, Direktur Eksekutif IRESS, Anthony Budiawan, Managing Director PEPS dan Mirah Sumirat, Presiden ASPEK Indonesia dengan moderator Gigin Praginanto, Wartawan Senior. (Arianto)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar