Duta Nusantara Merdeka | Jakarta
Praktik penipuan yang mengatasnamakan investasi, atau biasa dikenal dengan investasi bodong semakin beragam. Modus investasi bodong ini beraneka rupa, umumnya menggunakan modus investasi yang lazim di dunia keuangan. Bedanya adalah yield atau hasil investasi umumnya luar biasa atau di atas rata-rata. Di samping itu ada juga modus investasi bodong yang menggunakan pendekatan religius atau syariah. Mereka menggunakan idiom-idiom dan janji yang berkaitan dengan keyakinan. Namun, ujung-ujungnya duit nasabah tidak ada yang kembali.
Saat ini, dari investigasi di berbagai sumber, korban investasi bodong ditengarai mencapai 3 juta orang dengan kerugian lebih dari Rp110 triliun. Sebuah angka yang fantastis, bahkan nilainya lebih besar dari BLBI. Lebih memprihatinkannya lagi, korban investasi bodong ini tidak melulu orang berduit.
Tidak sedikit yang menggunakan tabungan pendidikan anak, uang pensiun, dan uang PHK. Bahkan berhutang untuk ikut dalam investasi karena janji bagi hasil yang memikat.
"Para korban, umumnya baru menyadari telah menjadi korban investasi bodong setelah masa jatuh tempo investasi, karena ternyata tidak ada kabar dari perusahaan. Sementara itu, pelaku ataupun perusahaannya sudah bersiap, misalnya dengan memindahkan dana nasabah, membuat layering, mempailitkan diri, hingga berkolusi dengan penegak hukum," kata Hari Purwanto, Direktur Eksekutif Studi Demokrasi Rakyat (SDR) dalam konferensi pers "SUARA KORBAN INVESTASI BODONG" di Jakarta, Kamis (13/01).
Hari mengaku prihatin dengan kondisi ini. Apalagi umumnya, korban investasi bodong ini berjuang sendiri sendiri atau dalam kelompok kecil dalam mencari keadilan. Sehingga, kerap tidak dianggap baik oleh oleh pelaku maupun penegak hukum.
Misalnya, kata Hari, sejumlah orang yang melakukan gugatan terhadap Yusuf Mansyur di PN Tangerang. Rata-rata nilai investasi mereka Rp12-17 juta per orang. Mereka hanya 12 orang yang melakukan gugatan ke PN Tangerang, umumnya domisili bukan di Jabodetabek. “Bisa dibayangkan upaya yang dilakukan para penggugat, buat ngejar duit segitu mesti wira-wiri ikut sidang ke Jakarta. Kalaupun mereka menang dan memperoleh hasil sesuai gugatan, tetap saja tidak imbang dengan effortnya. Mereka sudah sepuluh tahun menanam duitnya," kata Hari.
Dia menambahkan, maraknya investasi bodong dan seolah tak ada perhatian dari negara pada akhirnya harus menjadi perhatian korban sendiri. Mereka harus berjuang sendiri sendiri. hasilnya semakin jauh dari keadilan. Karenanya, Hari menyebutkan, SDR berinisiatif menyediakan wadah bagi korban investasi bodong untuk bersatu, bergerak dan berjuang bersama. Saat ini posko masih dalam format online, Korban bisa menghubungi HOTLINE SUARA KORBAN INVESTASI BODONG Pesan WA: 0813 9863 2377 atau Email korbaninvestasibodong@gmail.com.
Ide ini tercetus saat Tim SDR berinteraksi dengan Penggugat Yusuf Mansyur saat mereka memonitor persidangan. "Wadah ini terbuka bagi siapa saja yang menjadi korban investasi bodong. Juga perlu digarisbawahi, meskipun tercetus dari penggugat Yusuf Mansyur Cs, namun wadah ini terbuka untuk seluruh korban investasi bodong termasuk yang sedang ditangani oleh Mabes Polri," tandasnya.
Menurut Hari, korban harus bersatu, bangkit, dan tidak boleh diam. Jika mereka melakukan sendiri-sendiri mungkin tidak ada yang peduli. "Namun, bayangkan kalau 3 juta korban investasi bodong se-Indonesia bersatu dalam satiu barisan, tentunya akan memiliki bobot yang lebih kuat. Presiden pun pasti akan turun tangan," pungkasnya.(Arianto)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar