Duta Nusantara Merdeka | Jakarta
Menyikapi persoalan Hak Adat Papua yang kian tersisi dalam membangun peradaban bangsa dan menjadi bahan reperentasi sebagai wujud menjaga keutuhan NKRI.
Maka dipandang perlu untuk mengulas regulasi hukum adat. Apakah dibenarkan tanah adat dari suku-suku yang ada di Indonesia khususnya Papua dimiliki dan diterbitkan sertifikat hak milik oleh BPN tanpa melalui proses pelimpahan Hak?
Pakar Hukum Agraria dan Hukum Adat, Dr Aartje Tehupeiory menyatakan, persoalan agraria dan Hak Adat adalah hal yang sangat serius.
Bahkan, dia mengulas, perampasan tanah hak adat oleh para mafia tanah sudah lama terjadi. Representasinya, kata Aartje, di mana Negara harus hadir guna melindungi Hak Adat.
Hal itu disampaikan Asrtje Tehupeiroy saat dimintai pandangannya ketika Jusuf Timisela.SH.MH, yang merupakan Kuasa Hukum Cristomus Awi Wamuar Nafri dari Kota Jayapura akan menyampaikan Surat kepada Presiden Joko Widodo dan Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo, di gedung LPPM Universitas Kristen Indonesia (UKI), Jakarta, pada Kamis (18/11/2021).
“Regulasi Hukum Adat berdasarkan pandangan saya, ada yang hilang dan tak sejalan dengan Konstitusi Negara Republik Indonesia yakni Undang Undang Dasar 1945. Permasalahan tersebut kerap muncul di berbagai wilayah negeri ini, karena kurangnya pemahaman kepemilikan Tanah Adat. Yakni bahwa setiap Pemerintahan Daerah, mulai dari tingkat Kecamatan sampai Gubernur harus mampu melindungi Hak-Hak Adat,” tutur Aartje.
Pakar Hukum yang juga menjadi pengajar di Pasca Sarjana UKI ini menyebut, perlunya Rancangan Undang-Undang Hak Adat atau Ulayat (RUU Hak Adat dan Ulayat) yang di Sahkan DPR RI guna melindungi segenap Tanah dan Hutan Desa Milik Adat.
“Hukum adat adalah hukum positif yang memiliki ketetapan pasti. Untuk itu, kami bersama rekan-rekan yang memiliki kepekaan dan kepedulian dalam membangun nilai-nilai luhur bangsa sedang melakukan uji materi soal itu. Dan segera akan mengajukan Rapat Dengar Pendapat (RDP) ke DPR guna tersusunnya dan disahkannya RUU Hak Adat,” ujar Aartje.
Terkait persoalan Tanah Adat di Papua, tepatnya di Kampung Nafri Kota Jayapura yang kini sedang berperkara dan telah viral atas hilangnya Hak Adat, menurut Aartje, perlu dilakukan ketelitian dan pendataan yang sebenar-benarnya.
Aartje merinci, dengan munculnya 50 sertifikat hak milik atas nama perorangan yang dikeluarkan Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kota Jayapura pada tahun 2009, perlu adanya peninjauan kembali.
Juga perlu pendataan atas data dan berkas-berkas kepemilikan Tanah Adat berdasarkan ketentuan dan aturan yang ditetapkan sesuai pengakuan dari Masyarakat Adat.
“Menyoal munculnya sertifikat hak milik yang diterbit BPN Kota Jayapura harus dilakukan pendataan ulang untuk memperoleh keabsahan atas kepemilikan Tanah Adat itu. Terutama adanya surat pelepasan atau pelimpahan atas Tanah Adat dari kepala suku-suku di sana. Itu pun harus melalui proses yang tidak mudah,” beber Aartje.
Jika terbitnya sertifikat hak milik tanpa didasari ketentuan-ketentuan yang diatur dalam Pengakuan Sah Masyarakat Adat dan para Kepala Suku Adat, Aartje menegaskan, 50 sertifikat yang muncul itu bisa dikatakan cacat administrasi.
“Sertifikat yang sudah diterbitkan BPN atas peralihan dari tanah adat kepada kepemilikan perorangan bisa dibatalkan. Asalkan melalui proses uji validasi pendataan yang sesuai dengan prosedural, dan terbitnya sertifikat-sertifikat hak milik itu cacat administrasi,” tuturnya.
Sedangkan terkait adanya dugaan penyerobotan Tanah Adat yang diakui Monika Samallo, maka Kuasa Hukum Kepala Suku Adat Kampung Nafri Kota Jayapura Cristomus Awi Wamuar, yakni Jusuf Timisela mengatakan, pihaknya sengaja datang ke Jakarta untuk menyampaikan Surat Terbuka kepada Presiden Republik Indonesia Joko Widodo, dan Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo.
“Saya baru tiba di Jakarta, dan membawa surat dari Kepala Suku Awi Wamuar untuk disampaikan ke Presiden dan Kapolri. Ini bentuk pernyataan sikap beliau atas Tanah Adatnya yang telah menjadi 50 sertifikat atas nama Monika Samallo,” ungkap Jusuf Timisela SH. MH.
Jusuf berharap Presiden dan Kapolri segera menangani persoalan ini sebelum semuanya terlambat.
“Kami dari Kuasa Hukum Kepala Suku Adat Kampung Nafri Kota Jayapura Cristomus Awi Wamuar berharap Bapak Presiden Joko Widodo dan Bapak Kapolri Listyo Sigit segera mengatensi dan menangani persoalan ini,” ujarnya. (Arianto)
"
Tidak ada komentar:
Posting Komentar