Duta Nusantara Merdeka | Jakarta
Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian mengungkap, pihaknya menemukan banyak masalah pada perencanaan program dan belanja daerah yang dijalankan tidak sesuai atau ganjal apabila disandingkan dengan sistem penganggaran seharusnya.
"Temuan ada banyak beberapa perencanaan yang kurang pas, waktu dieksekusi sudah kurang pas," katanya dalam acara peluncuran Monitor Center For Prevention (MCP), Selasa (31/8).
Masalah tersebut, salah satunya dipicu perbedaan prinsip saat perencanaan program yang seharusnya program dibuat barulah dihitung anggarannya. Namun saat realita pelaksanaan terbalik, dimana pemerintah daerah kerap mendahulukan anggaran baru program disiapkan.
Bahkan, lanjut Tito, masalah ini telah menjadi atensi dari Presiden Jokowi. Akibat dari sistem penganggaran yang kurang tepat semisal harga program yang berlebihan sampai belanja pegawai yang terlalu besar.
"Dalam pelaksanaan program, sekali lagi ini juga telah menjadi atensi dari presiden yang kami ingatkan dalam kesempatan baik ini. Belanja aparatur banyak yang lebih besar dari pada belanja modal dan barang. Belanja modal barang itu belanja yang betul-betul itu menyentuh kepada masyarakat untuk kepentingan kesejahteraan masyarakat," jelasnya.
"Tetapi banyak pembelajaran aparaturnya, mulai dari belanja pegawai gaji pegawai tentu wajib. Tetapi ada juga belanja untuk perjalanan dinas, belanja untuk rapat-rapat, metting-metting, pembuatan program-program kegiatan ramai masif. Tetapi kemudian manfaatnya tidak banyak," tambah Tito.
Selain itu, dia juga menemukan adanya kejanggalan anggaran yang ditujunkan pada model market untuk porsi kepentingan masyarakat sangat kecil. Sehingga dia menduga hal tersebut dilakukan semata-mata untuk keuntungan aparatur atau pegawai yang mencari bonus.
"Sehingga bisa mendapatkan apalah, bonus dari situ akhirnya yang betul-betul buat masyarakat begitu kecil sekali proporsinya. Dan itu akan berakibat pada pembangunan yang kurang berjalan maksimal, jalan tidak terawat sampah bertebaran sungai-sungai tidak terurus dan lain-lain," ungkapnya.
Termasuk temuan selanjutnya, Tito mengatakan dimana para pemda kerap membuat program-program yang hasil anggaranya malah kembali dinikmati oleh aparatur atau pegawai. Seperti penguatan-penguatan yang sering dilakukan lembaga atau instansi, dimana hal ini sering tidak tepat sasaran.
"Kalau dianggarkan justru anggaran dipakai sebagian lagi untuk aparat lagi, kita lihat banyak temuan isinya, penguatan penguatan, penguatan. Saya sampai mengatakan kapan ini kuatnya, jadi penguatan untuk aparat sendiri gitu," ujarnya.
Oleh sebab itu, Tito mengimbau seperti apa yang disampaikan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam sidang kabinet bahwa pandemi memberikan pelajaran yang sangat banyak. Salah satunya berkaitan dengan kontak sistem kerja pemerintah.
“Pandemi ini betul-betul memberikan pelajaran yang sangat banyak kepada kita semua. Salah satunya mengenai masalah mekanisme bekerja kita. Salah satunya mengenai masalah mekanisme bekerja kita, kegiatan-kegiatan kontak fisik yang kurang WFH atau sebagian wfh atau wfo kita melihat bahwa pemerintahan tetap berjalan," jelasnya.
Sehingga, Tito berharap bahwa hal ini hendaknya dapat mengubah budaya kerja saat ini. Menurutnya dengan pengalaman pandemi saat ini maka belanja pegawai perlu dikurangi.
"Nah ini hendaknya bisa mengubah juga budaya kerja kita, work culture kita dengan pengalaman pandemi ini, maka komposisi belanja untuk aparatur perlu dikurangi. Kemudian dialihkan kepada belanja untuk kepentingan yang langsung dapat dirasakan masyarakat saya kira ini point penting untuk masalah belanja aparatur," tutupnya. (Arianto)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar