“Kalau ada posko, itu memberikan indikasi bahwa PPKM itu jalan, paling tidak dibicarakan, tapi kalau sudah tidak ada poskonya di tingkat kelurahan dan desa, ya posko di tingkat RW dan RT kemungkinan besar tidak ada, sehingga PPKM itu tidak jalan,” ujarnya dalam Rapat Rutin Koordinasi terkait Monitoring Pelaksanaan Vaksinasi Covid-19 secara daring, Senin (21/6/2021).
Berdasarkan data yang dipaparkannya, bersumber dari Ditjen Bina Pemerintahan Desa (Pemdes) Kemendagri per 19 Juni 2021, terdapat 74.961 desa di Indonesia. Namun, sayangnya posko di tingkat desa hanya berjumlah 39.244 atau 52,35%. Sedangkan dari 8.488 jumlah total kelurahan, hanya 1.929 atau 22,73% yang memiliki posko. Dengan demikian, dari 83.449 jumlah desa dan kelurahan yang ada, hanya 41.173 atau 49,34% yang memiliki posko.
“Dari data ini saja di tingkat kota (posko kelurahan), kita melihat bahwa pelaksanaan PPKM Mikro ini belum dilaksanakan riil belum dilaksanakan di beberapa tempat, riil di lapangan belum terlaksana, padahal kota justru menjadi tempat yang padat, rawan penularan,” imbuhnya.
Meski diakuinya, sejak PPKM Mikro tahap 1 dilaksanakan pada 9-22 Februari 2021 hingga perpanjangan PPKM Mikro tahap 10 yang berlaku 15-28 Juni 2021, terjadi peningkatan dan perbaikan terus menerus terkait keberadaan pokso desa dan kelurahan.
“Memang dari waktu ke waktu makin membaik, beberapa daerah ada yang sudah memiliki posko desa, itu sudah ada yang 100 persen seperti Aceh, DIY, Jabar, Lampung, Jatim, Jambi, Sumsel, Riau, Bali, tapi ada juga yang masih kurang, untuk DKI memang tidak memiliki posko desa karena kota, kota tidak memiliki desa, yang ada kelurahan, kemudian juga untuk (posko) kelurahan yang terbanyak itu adalah DIY, Jabar, Kalsel, Jateng dan Bali,” bebernya.
Karena itu, Mendagri terus mendorong agar kepala daerah turun tangan menjalankan PPKM Mikro di wilahnya, sehingga kepala daerah bisa memonitoring langsung pelaksanaan PPKM berbasis Mikro, termasuk memantau keberadaan pokso di tingkat desa dan kelurahan.
Padahal, Instruksi Mendagri (Inmendagri) tentang PPKM Berbasis Mikro mengamanatkan peran Desa/Kelurahan yang tak kalah pentingnya. Sebab, PPKM Mikro dilakukan melalui koordinasi antara seluruh unsur yang terlibat, mulai dari Ketua RT/RW, Kepala Desa/Lurah, Satuan Perlindungan Masyarakat (Satlinmas), Bintara Pembina Desa (Babinsa), Bhayangkara Pembina Keamanan dan Ketertiban Masyarakat (Bhabinkamtibmas), Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP), Tim Penggerak Pemberdayaan dan Kesejahteraan Keluarga (TP PKK), Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu ), Dasawisma, tokoh masyarakat, tokoh agama, tokoh adat, tokoh pemuda, penyuluh, pendamping, tenaga kesehatan, dan karang taruna serta relawan lainnya.
Melalui PKKM Mikro, desa/kelurahan diminta untuk membentuk Posko tingkat Desa dan Kelurahan bagi wilayah yang belum membentuk Posko. Sedangkan terhadap wilayah yang telah membentuk Posko, diminta agar lebih mengoptimalkan peran dan fungsinya serta memastikan pelaksanaan pengendalian pada tingkat mikro di skala rukun tetangga (RT).
Lewat Pos Komando (Posko) di tingkat desa/kelurahan pula, diharapkan pembatasan kegiatan masyarakat menjadi lebih terkendali. Model pengendalian ini juga dinilai cukup efektif dalam penularan kasus positif secara aktif. (Arianto)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar