Salah satu contoh problem warisan adalah merujuk pada kasus korupsi yang menjerat mantan direktur utama Garuda periode 2005 - 2014, Emirsyah Satar. Kira-kira setahun lalu, Emirsyah divonis hukuman 8 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar. Emirsyah terbukti menerima suap senilai Rp 49,3 miliar dan pencucian uang senilai sekitar Rp 87,464 miliar. Semua terkait dengan pengadaan pesawat dan mesin Rolls-Royce dari berbagai perusahaan. Semua yang dilakukan Emirsyah efeknya masih dirasakan hingga sekarang, karena kontrak itu sifatnya untuk jangka panjang. Oleh sebab itu, menurut Yenny, pihak manajemen Garuda sedang berusaha menegosiasi ulang kontrak-kontrak tersebut.
"Kita juga sedang fight untuk kembalikan pesawat yang tidak terpakai, mengingat di masa pandemi utilisasi menurun drastis," kata Yenny. Misalnya pihak Garuda sudah mengembalikan 12 pesawat jenis Bombardier CRJ 1000 kepada pihak leasing, Nordict Aviation Capital (NAC) pada awal tahun 2020. Karena selama 7 tahun pengoperasian pesawat tersebut, Garuda mengalami kerugian hingga 30 juta dollar AS tiap tahunnya. Walaupun kontrak sewa pesawat jenis itu masih lama hingga 2027, namun jika berhasil dikembalikan tahun ini, maka Garuda bisa melakukan penghematan hingga 220 juta dollar AS. (Sumber Sumber Tim investigasi Pewarta dan media).
Korupsinya sangat KETERLALUAN. Padahal kalau Garuda dalam kondisi sehat wal afiat dan terus berkembang tanpa unsur korupsi, bisa menghidupi ribuan karyawannya. Sayangnya sudah lama tidak dirawat dengan benar. Semoga saja nanti ketemu jalan untuk bisa menyelamatkan Garuda. Karena fokus tulisan ini adalah soal korupsi yang ternyata sudah diketahui oleh para karyawan Garuda. Namun, ketika mereka berusaha melaporkannya, pemerintah waktu itu, di bawah SBY, malah mengabaikannya.
Serikat Karyawan PT Garuda Indonesia (Sekarga) kembali mengungkap soal korupsi ini. Ketua Harian Sekarga Tomy Tampatty mengungkap bahwa pengurus Sekarga telah melaporkan dugaan korupsi pengadaan pesawat kepada KPK pada 22 September 2005. Dalam laporan itu dilampirkan bukti transaksi terkait dugaan adanya praktik korupsi, salah satunya transaksi pesawat Boeing 737 NG. Selain itu, mereka juga meminta bantuan dari presiden waktu itu, SBY. "Saat itu mengirim 1.004 surat kepada SBY, 3 ke Istana, satu ke Cikeas, dan 1.000 lewat pos," kata Tomy. Haaah?? Terus, apa respon dari SBY? Ternyata ribuan surat itu tidak satu pun yang mendapatkan respon dari SBY. "Bukan penolakan, tapi tidak ada tanggapan sampai lengser," ujarnya.
Ketika akhirnya Emirsyah Satar ditetapkan sebagai tersangka pada awal tahun 2017, KPK menyebut bahwa pihaknya sudah lama membuka penyelidikan terkait kasus suap di Garuda. Pada September 2016, KPK menyebut membuka penyelidikan baru atas kasus korupsi itu, yang akhirnya berujung pada penetapan Emirsyah sebagai tersangka.
Jadi, bisa disebut bahwa soal korupsi di Garuda ini, dilaporkan di era SBY, ditangkapnya baru di era Jokowi. Dengan sudah terbongkarnya borok Garuda di era Presiden Jokowi, maka Sekarga berharap menjadi momentum yang tepat bagi Presiden Jokowi untuk membenahi Garuda. "Bukti-bukti (korupsi, Red) akan kami sampaikan melihat respons dari Jokowi. Jika ada tawaran atau opsi penyelamatan Garuda, kami akan serahkan," kata Tomy.
Di berbagai media sudah dipaparkan bagaimana upaya pemerintah membenahi Garuda. Kalau soal korupsinya, mungkin pihak Sekarga bisa melaporkan ke KPK atau pihak kepolisian, atau pun ke Menteri BUMN, Erick Thohir. Saya kira penugasan dari Presiden Jokowi pada Menteri Erick Thohir terkait Garuda juga sudah jelas. Kita juga sudah melihat bahwa Menteri Erick Thohir sudah gercep (gerak cepat) terhadap permasalahan Garuda. Yang pasti, SBY kena lagi nih. Terbongkar buruknya respon pemerintah waktu itu terhadap pelaporan kasus korupsi. Zero Sumber Sumber response! Padahal berkoar katakan tidak pada korupsi. Halaaahhh… Selalu dari kura-kura! Demikian keterangannya. (Arianto)
Sumber : Tim Kompas, CNN dan Warta Ekonomi.
Dikutip dari: Tim Pewarta DKI Jakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar