Ditjen Politik dan Pemerintahan Umum Kementerian Dalam Negeri bekerja sama dengan Masyarakat Ilmu Pemerintahan Indonesia (MIPI) menggelar Seminar Nasional Quo Vadis Etika Pemerintahan di Indonesia? dan Musyawarah Nasional VII Masyarakat Ilmu Pemerintahan Indonesia pada Sabtu (05/06) secara luring dan daring di Hotel Aryaduta Jakarta.
Ridho Ficardo, Ketua Umum MIPI dalam sambutannya mengatakan, sampai saat ini Ilmu pemerintahan merupakan salah salah satu disiplin ilmu yang jarang sekali dibahas di ruang publik.
"Padahal, etika pemerintahan mencakup beberapa hal, misalnya soal transparansi yang akan membentuk pemerintahan yang bersih," kata Ridho.
Begitu juga, lanjutnya, etika pemerintahan juga menuntut adanya keterbukaan dari pemerintah dalam menjalankan pemerintahannya dan dalam menjalankan pembangunan-pembangunan yang ada.
Menurut Ridho, etika dan moral sangat penting dalam berbangsa dan bernegara khususnya di bidang pemerintahan, Bila tidak memiliki hal tersebut, maka pemerintahan yang ada akan membawa masyarakat pada anarkis, sehingga mengancam keberlangsungan negara tersebut.
"Harapannya, dengan seminar ini bakal muncul dan mengemuka narasi ihwal pentingnya etika pemerintahan. Dengan demikian diharapkan dapat terwujud pemerintahan yang terbuka dan bertanggung jawab yang muaranya dapat memajukan Indonesia," pungkasnya.
Dalam kesempatan yang sama, Ketua Dewan Penasihat Pengurus Pusat Masyarakat Ilmu Pemerintahan Indonesia (MIPI), Prof Ryaas Rasyid mengatakan, etika pemerintahan sangat berimplikasi terhadap realitas negara dan pemerintah dalam mengemban tugas dan fungsi-fungsi pemerintahan.
Selain itu, kata Ryaas Rasyid, Negara dan pemerintahan yang beretika itu sedianya mengacu pada beberapa komponen utama antara lain: kepemimpinan, manajemen, kebijakan dan implementasi, pertanggungjawaban politik, dan pewarisan nilai bagi kelanjutan hidup negara.
Dan yang paling penting, ujar mantan Anggota Dewan Pertimbangan Presiden, pada aspek kepemimpinan, seorang pemimpin itu harus memenuhi beberapa syarat antara lain: kualitas kepribadian, memiliki integritas, kompetensi, dan komitmen.
Sementara itu, pada aspek integritas, seorang pemimpin sangatlah dibutuhkan. Sebab, integritas merupakan suatu bentuk kepribadian yang kuat, tidak mudah berubah atau terombang-ambing dalam situasi krisis.
Kemudian pada aspek kompetensi, seorang pemimpin harus mampu memahami sesuatu masalah yang dihadapi.
"Selanjutnya pada aspek komitmen, seorang pemimpin yang baik harus memegang komitmennya dan bisa dipercaya," ucapnya.
Turut hadir dalam seminar ini antara lain: Ketua Dewan Penasihat Pengurus Pusat MIPI, Prof. Ryaas Rasyid selaku Keynote Speech, Ketua Dewan Pakar Pengurus Pusat MIPI Prof. Eko Prasojo, Pakar ilmu politik LIPI Prof. Siti Zuhro, dan Pengamat Kebijakan Publik Universitas Trisakti Trubus Rahadiansyah. (Arianto)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar