Demi meningkatkan apresiasi, kampanye, dan edukasi sosial pada masyarakat dalam memperbaiki kualitas hidup melalui seruan perbaikan kualitas lingkungan yang konsisten, pada peringatan Hari Bumi yang ke 51, Visinema Pictures merilis film bertajuk Pulau Plastik pada Kamis (22/4).
Film Pulau Plastik merupakan film dokumenter yang tercipta atas kerjasama Visinema Pictures dengan Kopernik, Akarumput, dan Watchdoc.
Tak cuma itu, Film yang disutradarai oleh Dandhy D. Laksono dan Rahung Nasution ini menggabungkan jurnalisme investigasi dan budaya populer untuk menghadirkan pendekatan baru yang menyoroti tentang persoalan polusi sampah plastik yang masih menjadi PR besar Indonesia.
“Selain itu, Pulau Plastik bukan hanya kolaborasi para produser, film maker, dan karakternya. Tetapi juga kombinasi antara ilmu pengetahuan, aktivisme jalanan, dan seni,” kata Dandhy dalam keterangan tertulis.
Menurutnya, kolaborasi ini menjadi penting di saat alarm peringatan Darurat Sampah di Indonesia yang belum terdengar ke seluruh telinga masyarakat.
Pasalnya, kata Dandhy, sebagai negara dengan potensi sumber kekayaan laut yang sangat melimpah, Indonesia justru menjadi negara kedua terbesar penghasil sampah plastik ke laut setelah China.
"Sedangkan sampah plastik tersebut didominasi oleh plastik yang sulit terurai, salah satunya sampah sedotan plastik yang jumlahnya bisa mencapai 93 juta setiap harinya," ungkapnya.
Disisi lain, tegas Dandhy, Eksploitasi mineral secara brutal dan konsumsi plastik dalam kehidupan sehari-hari merupakan jalan pintas menuju kehancuran planet bumi, jika kita tidak melakukan sesuatu sekarang.
Film ini akan membawa penonton mengikuti perjalanan vokalis band rock Navicula asal Bali, Gede Robi dan ahli biologi dan penjaga sungai asal Jawa Barat, Prigi Arisandi. Keduanya tergerak oleh masalah yang sama, yaitu polusi sampah plastik yang semakin mengkhawatirkan dan minimnya kebijakan untuk mengatasi krisis tersebut.
Alhasil, Robi dan Prigi pun berusaha mencari dan mengumpulkan bukti tentang sejauh mana masalah sampah plastik yang sebenarnya dihadapi oleh masyarakat.
Akhirnya, Mereka pun berkeliling Jawa, bertemu dengan pakar, aktivis, hingga melakukan penelitian termasuk pada diri mereka sendiri. Hal itu dilakukan atas dasar keingintahuan yang tinggi tentang dampak plastik terhadap lingkungan dan juga kesehatan masyarakat.
Kemudian di Jakarta, Robi dan Prigi bertemu dengan Tiza Mafira. Seorang pengacara muda yang mendedikasikan dirinya untuk melobi pejabat publik dan sektor swasta untuk mengubah kebijakan mereka tentang plastik sekali pakai.
Dan yang pasti, Kerjasama mereka bertiga dan juga aktivis lingkungan lainnya untuk mengatasi masalah sampah plastik akan berhasil jika komunitas, pemerintah, dan perusahaan dapat bersatu dalam mengurangi ketergantungan masyarakat pada plastik sekali pakai.
“Saya sudah berusaha. Terkadang kita tidak perlu melakukan hal-hal besar. Tetapi kita bisa lakukan
hal kecil dengan semangat dan cinta. Selama saya masih bisa bersuara, saya tidak akan berhenti berusaha,” kata Gede Robi.
Menariknya, Film Pulau Plastik mendapatkan banyak sambutan dari penonton Bali sejak hari pertama filmnya diputar (22/4). Mulai kamis (29/4), film Pulau Plastik dapat ditonton di bioskop yang tersebar di beberapa kota, diantaranya Jakarta, Bogor, Bekasi, Tangerang, Depok, dan Bandung. (Arianto)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar