Dalam rangka mengembangkan Masjid Istiqlal sebagai trend setter pengembangan program penanggulangan bencana berbasis masjid, Badan Pengelola Masjid Istiqlal (BPMI) menggelar “Launching Istiqlal Disaster Management Center (IDMC)” pada Jum'at (26/02) di Istiqlal Jakarta.
Disaat yang sama, Alumni Indonesia Jepang, Wilson Lalengke, Spd, M.Sc, MA mengatakan, Kita selama ini baik dari pemerintah maupun akademisi, bicaranya selalu di atas awan awan tentang kebencanaan, jadi seakan-akan menakutkan. Memang sesuatu yang menakutkan karena itukan mengancam jiwa kita tapi kita tidak bisa mengelak dari situ.
Imam Besar Masjid Istiqlal: Prof. Dr. KH. Nasaruddin Umar, MA mengatakan, Badan Pengelola Masjid Istiqlal (BPMI) berinisiatif mengundang beberapa stakeholders dari unsur pemerintah, praktisi, penggiat bencana, dan masyarakat untuk melaunching program Istiqlal Disaster Management Center sekaligus berdiskusi, berbagi ilmu dan pengalaman tentang manajemen pengelolaan bencana berbasis masjid dalam berbagai perspektif secara virtual online (daring) dan offline (luring) berskala nasional.
"Adapun tujuan kegiatan ini antara lain: Memahami arah kebijakan dan strategi pemerintah dalam penanggulangan bencana di Indonesia; Mengetahui arah, strategi dan kerjasama pengembangan program pengurangan risiko bencana di Indonesia; dan Mengetahui konsep pengembangan program pengurangan risiko bencana di Masjid Istiqlal sebagai upaya pemberdayaan umat," kata Imam Besar Masjid Istiqlal saat diskusi dengan Topik: “New Istiqlal, Trend Setter Pusat Penanggulangan Bencana Berbasis Masjid” di Jakarta.
Selain itu, tambahnya, Memahami konsep pengurangan risiko bencana berbasis komunitas (PRBBK) sebagai upaya memahami dan mengembangkan pengurangan risiko bencana berbasis masjid serta Berbagi konsep dan pengalaman tentang peningkatan kemampuan kapasitas masyarakat dalam pengelolaan risiko bencana yang terintegrasi dengan perubahan iklim dan lingkungan.
"Selanjutnya, Berbagi pengalaman tentang Pengurangan Risiko Bencana di Jepang terkait kebijakan pemerintah, kesiapan dan kesadaran masyarakat Jepang menghadapi bencana dan mempererat hubungan dan silaturahmi dengan semua stakeholders untuk menghasilkan rumusan-rumasan konseptual dan strategis tentang pengurangan risiko bencana berbasis masjid," imbuhnya.
Disaat yang sama, Alumni Indonesia Jepang, Wilson Lalengke, Spd, M.Sc, MA mengatakan, Kita selama ini baik dari pemerintah maupun akademisi, bicaranya selalu di atas awan awan tentang kebencanaan, jadi seakan-akan menakutkan. Memang sesuatu yang menakutkan karena itukan mengancam jiwa kita tapi kita tidak bisa mengelak dari situ.
"Intinya, bagaimana caranya kita mengelola diri kita sendiri menghadapi bencana dan kita menempatkan diri dalam sebuah alam lingkungan. Kalau kita tidak tertib, tidak disiplin dan tidak berusaha untuk menjaga lingkungan, artinya kita tidak menjaga hati, kita terlalu serakah mengambil hasil hutan, membabat hutan serta mengambil kekayaan alam," ungkap Wilson lalengke dengan Topik: “Jepang dan Bencana: Membangun Kesadaran Bencana dan Kesiapsiagaan Bencana”.
Menurutnya, kuncinya adalah Masjid Istiqlal bisa menjadi tempat untuk mengedukasi publik, terutama generasi muda kita, mungkin kita tidak mampu mengatasi bencana saat ini, tapi generasi muda kita ke depan akan lebih mampu untuk itu. Didiklah anak-anak untuk mengikuti pola-pola penanganan bencana yang dilakukan oleh masyarakat Jepang.
"Dan yang penting, Semuanya harus dimulai dari diri kita seperti orang Jepang anak-anak dari umur 2 tahun sudah diajarin menaruh sandal, sepatu dan menyimpan barang pada tempatnya," ungkapnya.
"Jadi memang sangat simpel kalau kita mau merubah paradigma kita yaitu paradigma berpikir bahwa bencana itu akan terjadi pada kita, siapa saja, dimana saja dan kapan saja pada setiap saat, kita harus hidup aktif, disiplin dan kita perlu menjaga diri kita supaya ada pada posisi yang tepat di segala segala ruang dan waktu," pungkasnya. (Arianto)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar