Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) menggelar aksi unjuk rasa buruh pada Senin (18/01) di Mahkamah Konstitusi.
"Selain aksi lapangan, juga dilakukan aksi virtual di media sosial untuk menyuarakan penolakan kaum buruh terhadap omnibus law UU Cipta Kerja dan menuntut kenaikan UMSK 2021 yang disiarkan langsung melalui Facebook (Suara FSPMI)," kata Said Iqbal Presiden KSPI saat UNRAS di Jakarta. (18/01)
Menurut Said Iqbal, dalam aksi kali ini pihaknya mengusung dua tuntutan. Pertama adalah batalkan Omnibus Law Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja dan yang kedua, naikkan upah minimum sektoral kabupaten/kota (UMSK) tahun 2021.
Terkait dengan judicial review ke Mahkamah Konstitusi, KSPI telah menyerahkan gugatan uji formil dan meteriil. Untuk uji materiil, materi gugatan mencakup 12 isu, yang meliputi: Upah minimum, pesangon, perjanjian kerja waktu tertentu (PKWTT), pekerja alih daya (outsoucing), waktu kerja, cuti, PHK, penghapusan sanksi pidana, TKA, jaminan sosial, dan pelaksana penempatan tenaga kerja.
“Sementara untuk uji formil, kami meminta agar omnibus law UU Cipta Kerja dibatalkan keseluruhan karena dalam proses penyusunannya terdapat cacat formil dan banyak kejanggalan,” kata Said Iqbal.
“Kami meminta agar Hakim Mahkamah Konstitusi bersungguh-sungguh dalam memeriksa perkara ini dan memutus perkara dengan adil. Jika buruh merasa keadilan nya telah diciderai, maka buruh di seluruh indonesia akan melakukan aksi besar-besaran,” lanjutnya.
Selain menolak omnibus law UU Cipta Kerja, dalam aksinya kaum buruh juga menuntut agar UMSK tahun 2021 tetap naik.
Menurut Said Iqbal, jika UMSK 2021 tidak naik, hal itu akan menurunkan daya beli dan turunnya upah min disektor tertentu yg diterima kaum buruh. "Terlebih lagi UMSK berlaku untuk jenis industri tertentu yang dinilai memiliki kemampuan untuk membayar upah buruh lebih baik dibandingkan dengan kebanyakan industry yang lain," pungkasnya. (Arianto)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar