Buku Pemikiran Sang Revolusioner karya DR. Syahganda Nainggolan penting untuk dibaca bagi para aktivis. Buku setebal 370 halaman plus xxii ini bisa membuka pandangan Aktivis terhadap kondisi Indonesia saat ini.
Buku yang diluncurkan selagi tokoh nya sedang di dalam tahanan ini dibuka dengan sambutan dari Hariman Siregar (xvi); Jenderal TNI Purn. Gatot Nurmantyo (xviii); M. Din Syamsuddin (xxi).
Buku ini dimulai dengan artikel tahun 2020,2019, 2018 - 2013 menunjukkan bagaimana kapasitas intelektual Syahganda dalam menorehkan pemikiran dengan konsisten terhadap semangat perjuangan membela rakyat kecil yang tiada henti.
Track record Syahganda sebagai aktivis dicatat dengan 1984. Ia sangat progresif dengan jiwa pemberontakannya terhadap pemasangan kebebasan berpendapat di kampus.
Hasil pemikiran Revolusioner Syahganda ini merupakan bentuk perlawanan terhadap ketidakadilan sosial, di tengah keserakahan oligarki politik sosial dan ekonomi. Mayoritas dimuat di RM Online, FNN online dan lainnya.
Ikut sertanya Syahganda dalam Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) tidak lepas dari perhatiannya terhadap kemerosotan dalam berbagai bidang kehidupan yang dialami rakyat. Doktor dari Universitas Indonesia dengan disertasi Kesejahteraan Buruh mendirikan lembaga kajian Sabang Merauke Circle (SMC).
"Semangat perjuangan kebangsaan Syahganda takkan pernah bisa padam meski ia ditahan di Bareskrim," tulis Jenderal TNI Purn. Gatot Nurmantyo dalam sambutannya.
Menurut Gatot, sikap Syahganda merupakan semangat perjuangan kebangsaan yang telah mendarah-daging pada setiap diri rakyat Indonesia. Landasan teori - teori filsuf dunia secara komprehensif dibahas oleh Syahganda.
Syahganda demikian usil membandingkan pandangan seorang bupati dengan Bung Karno. Di halaman 283 (Dedi Mulyadi, Bung Karno dan Pemimpin Inlander) Syahganda membahas _"seeing is believing"_, dimana seseorang cenderung mempercayai apa yang dilihatnya tanpa mendalami lebih jauh apa di balik yang terlihat tersebut.
Dalam seeing is believing penglihatan fisik menjadi acuan utama tanpa melihat masalah esensi menjadi sekunder. Bupati Purwakarta Dedi Mulyadi kagum dengan peninggalan Belanda atas infrastruktur irigasi karena kokoh bertahan hingga saat ini.
Sedangkan Bung Karno selain melihat infrastruktur pertanian, juga mengkritik apa yang dibangun Belanda adalah dengan tujuan memudahkan pengambilan rempah dan kekayaan alam lainnya.
Buku ini kaya dengan pandangan aktual saat ini. Banyak tokoh yang dibahas, mulai dari Anies Baswedan, Prabowo, Rachmawati, Eggi Sujana, hingga Habib Rizieq Shihab. Sehingga, rasanya para aktivis belum lengkap mengaku Aktivis bila tidak pernah membaca buku ini. **
Tidak ada komentar:
Posting Komentar