Air, energi dan pangan merupakan tiga unsur penting bagi keberlangsungan hidup manusia. Dibutuhkan sinkronisasi antar pihak sebagai landasan yang kuat untuk melakukan aksi bersama. Dan semua itu berawal dari peran tiap individu yang dapat berkontribusi terhadap perubahan iklim.
Amanda Katili Niode, Manager Climate Reality Indonesia mengatakan menahan laju perubahan iklim bisa dimulai dari dapur dan meja makan yakni dengan climate smart eating.
"Kita harus menyadari jejak karbon pada makanan kita. Kemudian memikirkan dari mana masalah bahan- bahan yang kita gunakan dan sumber daya untuk memproduksinya," kata Amanda saat webinar Pekan Diplomasi Iklim bertajuk "Air - energi – pangan : Mitigasi Iklim dan adaptasi" di zoom meeting. Minggu (01/11)
Upaya tersebut, katanya, dapat mengurangi 97 persen biaya kesehatan dan 41 hingga 47 persen biaya sosial terkait emisi karbon pada tahun 2030.
Dalam kesempatan yang sama, Jeff O’Mahony, Food & Climate Shaper di Spanyol menyebutkan, mengetahui asal makanan menumbuhkan kesadaran untuk tak merusak alam.
Selain itu, tegasnya, konsumsi makanan hasil dari petani lokal juga ikut mendukung kesejahteraan petani.
"Kita perlu mengubah kebiasaan lama ke kebiasaan baru dengan pola makan yang baik itu akan memberi manfaat baik," katanya.
Sementara itu, Suzy Hutomo, Executive Chairwoman of The Body Shop Indonesia mengatakan salah satu kunci mengatasi perubahan iklim yakni dengan mengubah gaya hidup menjadi rendah karbon.
Lebih lanjut, tuturnya, Yang telah diterapkannya yakni dengan konsep green house di kediaman maupun kantornya, pengelolaan sampah rumah tangga dan juga menanam sendiri bahan-bahan makanan yang akan dikonsumsi, seperti sayur-sayuran dan juga buah-buahan.
“Dengan begitu, Kita lebih banyak mengkonsumsi makanan dari kebun sendiri, hasil dari komposting sendiri,” ucapnya. (Arianto)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar