Duta Nusantara Merdeka | Jakarta
Setelah Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama (NU) menyatakan sikap untuk mundur dari Program Organisasi Penggerak (POP) Kemendikbud, kini giliran Pengurus Besar Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) yang memutuskan mundur juga.
Ketua Komisi X DPR, Syaiful Huda dalam keterangannya, Rabu(22/7) menilai Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) seperti memandang remeh fenomena pengunduran diri LP Ma’rif NU dan Majelis Pendidikan Muhammadiyah dari Program Organisasi Penggerak (POP).
Apakah Mendikbud tidak tahu rekam jejak panjang di bidang pendidikan sehingga pengunduran diri NU dan Muhammadiyah bisa berpengaruh terhadap legitimasi dari POP itu sendiri?
Sementara itu Wakil Sekjen Gerakan Advokat & Aktivis (GAAS) Suta Widhya SH mempunyai pandangan bahwa lembaga pendidikan NU dan Muhammadiyah itu mempunyai jaringan sekolah yang jelas, tenaga pendidik yang banyak, hingga jutaan peserta didik. Jika sampai mereka mundur lalu POP mau dialokasikan ke siapa?” Tanya Suta Widhya SH.
Menurut Suta Kemendikbud tidak boleh beralasan bahwa proses seleksi diserahkan kepada pihak ketiga seolah mereka tidak bisa ikut campur.
Menurutnya Kemendikbud bukan saja harus melakukan kontrol terhadap mekanisme seleksi, termasuk proses verifikasi di lapangan. Tapi, juga harus menghitung sejarah pendidikan di negeri ini siapa saja entitas yang punya jasa dan siapa yang banyak merugikan negara ini.
“Kita paham pendidikan merupakan salah satu pilar kehidupan bangsa. Keberadaan ormas Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama sudah berkiprah jauh sebelum kemerdekaan Republik Indonesia 17 Agustus 1945.
"Dengan mudah kita akan bisa membedakan mana entitas pendidikan yang telah berpengalaman dan mana entitas pendidikan yang baru eksis dalam sepuluh atau belasan tahun terakhir,” sambung Suta.
Wakil Sekjen GAAS Suta menyatakan, bahwa dalam seleksi POP harus mempunyai keberpihakan kepada ormas-ormas yang punya rekam jejak panjang di dunia pendidikan di Indonesia 100 tahun belakangan ini.
Jaringan pondok pesantren, sekolah, bahkan kampus yang mereka miliki, jumlah pendidik yang memiliki kompetensi, hingga komitmen terhadap NKRI dan Pancasila tidak perlu diragukan lagi ketimbang orang yang menyatakan bahwa "Indonesia adalah 'bapak angkatnya' dalam sebuah kesempatan".
“Menurut kami, tidak bisa POP ini kita serahkan ke pasar bebas dalam proses seleksinya. Perlu ada pertimbangan-pertimbangan khusus, karena sekali lagi ini POP juga merupakan bagian dari upaya untuk memberdayakan masyarakat pribumi, " tegas Suta.
Dalam penilaian Suta, LP Ma’arif PBNU dan Majelis Pendidikan PP Muhammadiyah adalah dua entitas dengan rekam jejak panjang di dunia pendidikan Indonesia yang nyaris 100 tahun.
“Pengunduran diri NU dan Muhammadiyah dari program ini menunjukkan adanya ketidakberesan dalam proses rekrutmen POP. Ini patut diperiksa,” tegasnya.
Lembaga Pendidikan (LP) Ma’arif PBNU akhirnya memilih mundur dari kepesertaannya di POP Kemendikbud, menyusul langkah Majelis Pendidikan Dasar-Menengah PP Muhammadiyah yang juga memutuskan hal serupa.
Mundurnya dua organisasi masyarakat (ormas) yang aktif di dunia pendidikan ini sebagai bentuk protes atas hasil seleksi POP Kemendikbud.
Suta berharap Muhammadiyah dan NU mempertanyakan masuknya dua yayasan yang terafiliasi ke perusahaan besar ke ruang Pengadilan PTUN dan upaya hukum lainnya. Jangan _mutung_ dengan kebijakan yang tidak jelas transparansinya bila tidak bisa disebut tujuannya untuk memperlemah kelompok muslim.
"Anehnya mengapa banyak entitas baru di dunia pendidikan yang juga turut lolos seleksi program. Sehingga Kemendikbud harus membuka kriteria-kriteria apa yang mendasari lolosnya entitas pendidikan sehingga bisa masuk POP. Dengan demikian publik akan tahu alasan kenapa satu entitas pendidikan lolos dan entitas lain tidak. Jangan bodohi masyarakat lah,” Tutup Suta.
Program Organisasi Penggerak (POP) merupakan salah satu program unggulan Kemendikbud. Program itu bertujuan untuk memberikan pelatihan dan pendampingan bagi para guru penggerak untuk meningkatkan kualitas dan kemampuan peserta didik.
Dalam program ini, Kemendikbud akan melibatkan organisasi-organisasi masyarakat yang mempunyai kapasitas meningkatkan kualitas para guru melalui berbagai pelatihan dengan mengalokasikan anggaran Rp595 miliar per tahun untuk membiayai pelatihan atau kegiatan yang diselenggarakan organisasi terpilih.
Organisasi yang terpilih dibagi ke dalam tiga kategori, yakni Gajah, Macan dan Kijang. Untuk Gajah dialokasikan anggaran sebesar maksimal Rp 20 miliar/tahun/program, Macan Rp5 miliar per tahun/program, dan Kijang Rp1 miliar per tahun/program. **
Tidak ada komentar:
Posting Komentar