Duta Nusantara Merdeka | Jakarta
Lonjakan pertambahan angka rata-rata positif paparan Covid-19 (positive rate) di wilayah DKI Jakarta akan bisa mendorong penerapan kembali Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang sudah dicabut sejak 4 Juni lalu.
Masalahnya, angka harian paparan positif Covid-19 pada Minggu (12/7) menciptakan rekor baru atau terjadi lonjakan sekitar dua kali lipat dari lima persen rata-rata harian sebelumnya menjadi 10,5 persen, tepatnya ada penambahan 404 kasus baru.
Penghitungan positive rate dilakukan dengan penjumlahan kasus positif kasus orang yang terpapar Covid-19 dibandingkan dengan pengambilan specimen melalui swab (usapan cairan di hidung dan rongga mulut) dengan metoda reaksi rantai polimerasi (PCR).
Berdasarkan catatan yang disampaikan oleh Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan di Youtube (12/7), dalama periode era new normal atau PSBB Transisi antara 4 Juni sampai 8 Juli, angka positive rate berkisar antara 3,1 persen sampai 4,8 persen.
Detilnya, dengan 21.197 test PCR antara 4 sampai 10 Juni , positive rate berada di level 4,4 persen, lalu dengan PCR 27.091 antara 11 – 17 Juni 3,1 persen dan dengan PCR 29.873 pada periode 18 – 24 Juni menjadi 3,7 persen, dan PCR 31.085 25 Juni – 1 Juli 3,9 persen dan 2 hingga 8 Juli dengan PCR 34.007 menjadi 4,8 persen.
Secara kumulatif, pemeriksaan PCR sampai 11 Juli sebanyak 392.794 sampel termasuk 4.522 sampel pada 11 Juli saja dengan penambahan harian positive rate sebanyak 404 kasus.
Mayoritas OTG
Yang mencemaskan, sejak era PSBB Transisi, 4 Juni lalu, 66 persen korban positif terinfeksi Covid-19 muncul tanpa gejala (OTG), ditambah lagi jika virus pemicunya (SARS-CoV-2) bersifat bisa melayang-layang (airborne), tentu upaya mencegah penyebarannya menjadi semakin rumit.
Kombinasi antara disiplin warga yang relatif rendah, kebijakan pelonggaran protokol kesehatan di era PSBB Transisi dan minimnya sosialisasi dari segenap jajaran pemda DKI Jakarta, agaknya berkontribusi besar terhadap lonjakan paparan Covid-19 di wilayah ini.
Anies pun mengancam, jika penyebaran Covid-19 tak terkendali, ia akan memberlakukan lagi PSBB walau hal ini ditanggapi skeptis oleh politisi F-FDIP Gilbert Simanjuntak.
“Emangnya masyarakat mau, “ tutur Gilbert. Maksudnya, tentu sangat sulit mengajak masyarakat untuk kembali berdisplin mematuhi berbagai pembatasan PSBB yang sudah dilonggarkan selama masa PSBB transisi.
Lagi pula, paling tidak diperlukan anggaran Rp3 triliun seperti pada pelaksanaan PSBB lalu, padahal APBD DKI Jakarta sudah terkontraksi dari Rp87,9 triliun menjadi Rp44,6 triliun atau sekitar separuhnya akibat imbas pandemi Covid-19.
Jika sampai diberlakukan PSBB lagi, tentu pula dampak kerugian ekonomi dan juga melonjaknya angka pengangguran tidak terhindarkan yang pada gilirannya juga bakal berimbas pada stabilitas sosial dan politik.ujarnya. **
Tidak ada komentar:
Posting Komentar