Duta Nusantara Merdeka | Jakarta
Suara jutaan rakyat Indonesia seakan tak pernah berhenti menyuarakan agar DPR menunjukkan kapasitas dan kualitasnya sebagai lembaga wakil rakyat. Harapan rakyat Indonesia, sudah tentu merupakan harapan kita bersama. Tentu saja dalam kenyataannya, tidak ada harapan atau cita-cita yang akan terwujud secara sempurna. Namun harapan atau cita-cita tidak akan lenyap hanya karena belum terwujud dalam kenyataan.
Parlemen (baca: DPR) sebagai lembaga perwakilan yang menyuarakan aspirasi masyarakat, sebagai penghubung antara rakyat dengan pemerintah, mewakili kepentingan masyarakat, pembuatan keputusan, pengawas jalannya pemerintahan yang dilaksanakan oleh eksekutif, dan lain-lain peran dan fungsi yang melekat dalam tugas, wewenang, hak dan kewajibannya, menempatkannya sebagai lembaga yang penting dalam sebuah negara demokrasi.
Andri Rio Idris Padjalangi, SH.,MKn2, Wakil Ketua Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR RI (F-Golkar) mengatakan, Seiring dengan banyaknya kasus yang terjadi saat ini, seperti penyalahgunaan kewenangan, politik uang, korupsi dan lain sebagainya dengan melibatkan anggota legislatif, judikatif, eksekutif, swasta dan lain-lain, memang bukan merupakan gejala yang baru, karena jauh sebelumnya beberapa di antara kasus-kasus tersebut sudah sangat menonjol.
"Kasus-kasus yang melibatkan anggota DPR dianggap sebagai perilaku yang menyimpang. Kecenderungan anggota DPR untuk terlibat dalam perilaku menyimpang, masyarakat menganggap hal itu adalah sebuah tindakan di luar kewajaran, karena tidak sesuai dengan hakikat keberadaannya sebagai wakil rakyat. Secara asumsi, anggapan ini mungkin sebagal Suatu ironi yang menunjukkan betapa moral dan hati Nurani seorang Wakil rakyat Indonesia sudah tidak lagi berbicara," ujar Andri dalam kegiatan seminar Nasional dengan tema "Arah Kebijakan MKD Upaya Menghadirkan Peradaban Hikmah" di Crowne Plaza Hotel Jakarta. Selasa (24/02)
Menurutnya, MKD menyadari bahwa penegakan etik adalah sebuah sistem. Kode etik, bukan variabel tunggal yang menentukan. Kode etik merupakan sarana dan panduan dalam penegakan etik dan pencegahan pelanggaran etik. Karena masih ada faktor-faktor lain yang ikut mempengaruhi dan menentukan penegakan etik. Faktor penegak etik, faktor sarana dan prasarana, faktor lingkungan, dan lain-lain menjadi faktor penting dan ikut mempengaruhi penegakan etik.
Selain itu, tegasnya, Faktor manusia merupakan salah satu faktor penting sebagai penentu dan menjadi jiwa dari penegakan etika. Penegakan etik bukan semata soal penerapan pasal peraturan perundangan-undangan. Kepedulian empati, kejujuran, kecermatan dan keberanian sebagai variabel penting dari moral yang mestinya atau harus diperkuat. Dengan cara ini maka dalam penegakan etik tidak hanya menggunakan logika melainkan juga nurani.
Hakikatnya, kata Andri, setiap kekuasaan (bukan hanya DPR) memiliki kecenderungan untuk melakukan perbuatan menyimpang dan melakukan kesewenang-wenangan serta memaksakan kehendaknya kepada pihak lain atau kemampuan mengendalikan pihak lain.
Kekuasaan itu sendiri, imbuhnya, seperti dikatakan oleh Lord Acton, cenderung bersalah guna, sedangkan kekuasaan yang mutlak bersalah guna secara mutlak pula.
Untuk itu, Ia menambahkan, kekuasaan harus dibatasi dan diawasi. Pembatasan dan pengawasan terhadap kekuasaan ini dapat dilakukan oleh "konstitusi"19 yang pada hakekatnya dibentuk untuk melakukan pembatasan kekuasaan dan masyarakat sebagai pihak berdaulat dalam negara.
Dalam konteks MKD, lanjutnya, pembatasan dan pengawasan terhadap kekuasaan anggota DPR, dapat dilakukan melalui penegakan etik dan pencegahan perilaku anggota DPR.
"Moral merupakan kebutuhan yang penting bagi setiap orang, termasuk anggota DPR. MKD dalam penegakan etika dan pencegahan perilaku anggota DPR, berkomitmen untuk melaksanakan dengan itikad baik,Ndengan dilandasi nurani, kejujuran dan kecermatan. Jujur untuk memproses setiap permasalahan dan cermat dalam menganalisa permasalahan atau kasus yang melibatkan anggota DPR," tandas Andri.
"Untuk kepentingan tersebut maka semua stakeholder harus memiliki jalinan keterkaitan moral yang sama sebagai satu kesatuan moral bangsa Indonesia. Sehingga pada akhirnya, akan dapat dibuktikan bahwa marwah dan keluhuran lembaga ini masih tegak. Saatnya untuk membuktikan itu semua," pungkasnya. (Arianto)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar