Duta Nusantara Merdeka | Jakarta
Tragedi meledaknya gunungan sampah di TPA (Tempat Pembuangan Akhir) Leuwigajah, Jawa Barat 21 Februari 2005 silam, meruntuhkan ribuan ton sampah hingga menimbun dua desa dan merenggut 157 jiwa.
Peristiwa bencana longsor
sampah terbesar ke-2 di dunia ini, diperingati sebagai Hari Peduli Sampah Nasional (HPSN)
2020. DKI Jakarta menyadari, pada tahun ke-15 HPSN, potret tata kelola sampah yang
berakhir di pembuangan akhir harus diubah. Diperlukan skema baru agar sampah tak menjadi monster.
Pemprov DKI Jakarta telah menerbitkan Peraturan Gubernur No. 65 Tahun 2019 tentang Penugasan kepada PT Jakarta Propertindo (Perseroda) (“Jakpro”) dalam Penyelenggaraan Fasilitas Pengolahan Sampah Antara di Dalam Kota atau ITF (Intermediate Treatment Facility) sebagai upaya mengatasi timbulan sampah yang mencapai 7.702 ton* perhari di tahun 2019 yang berakhir di Bantar Gebang.
Volume ini bisa terus melaju seiring pertumbuhan demografi dan kegiatan perekonomian. PT Jakpro yang merupakan BUMD DKI Jakarta, bersama Dinas Lingkungan Hidup Provinsi DKI Jakarta, BPPT (Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi) dan Dinas Kominfotik Provinsi DKI Jakarta membuka kemudahan kolaborasi dengan berbagai pihak untuk ditandai Preliminary Market Sounding untuk Pembangunan ITF, diselenggarakan hari ini Rabu (19/2/2020).
ITF merupakan pengolahan sampah modern dengan teknologi tepat guna, ramah lingkungan, berkelanjutan, memberikan benefit lebih baik bagi masyarakat dan layak secara ekonomi. Proyek ini bertujuan mereduksi sampah (municipal solid waste/MSW) setidaknya
80% dari total kini, dengan teknologi tepat guna dan ramah terhadap lingkungan, mengurangi ketergantungan terhadap TPST (Tempat Pengolahan Sampah Terpadu) Bantar Gebang,
serta strategi pengurangan dan penanganan sampah sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
“Dalam penggunaan teknologi, syarat penting yang diamanatkan dalam Pergub bahwa teknologi harus berbasis ramah lingkungan,” ujar M. Hanief Arie Setianto, Direktur Pengembangan Bisnis PT Jakpro. Guna memenuhi ketentuan tersebut, Jakpro berkolaborasi dengan BPPT dalam pra studi kelayakan pada Q1/2020 hingga pertengahan Q2/2020
bersama konsultan global.
“Preliminary Market Sounding merupakan awal dari penerimaan dan proses review proposal minat kolaborasi para calon mitra strategis, paralel dengan proses pra studi kelayakan,” lanjut Hanief.
“Preliminary Market Sounding merupakan awal dari penerimaan dan proses review proposal minat kolaborasi para calon mitra strategis, paralel dengan proses pra studi kelayakan,” lanjut Hanief.
ITF menekan aspek keselarasan dengan program 3R (reduce-reuse-recycle). “Dalam forum hari ini, kami menampung masukan dari pasar untuk pengembangan ITF sekaligus menjaring minat dari berbagai lembaga dan negara sahabat untuk berkolaborasi dengan kerangka berfikir 3R,” tutup Hanief.
Forum dibuka oleh Asisten Gubernur Bidang Perekonomian dan Keuangan DKI Jakarta, Sri Haryati, menghadirkan paparan dari instansi pemerintah terkait (Dinas Lingkungan Hidup dan Badan Pengelola Keuangan Daerah DKI Jakarta). Acara diikuti oleh calon mitra, perbankan, kedutaan besar, kontraktor dan penyedia teknologi pengelolaan sampah.
ITF merupakan rantai keempat dalam kondisi ideal penanganan sampah Jakarta. Rantai pertama adalah pemilahan sampah dari sumber. Kini persentase sampah dari rantai pertama
meliputi (1) sampah rumah/residensial 60,5%, (2) sampah dari ruang publik 8,3%, (3) sampah pasar 2,8%, (4) sampah dari perairan dan kepulauan 2,5%, dan (5) sampah dari kawasan komersial 25,9%. Rantai kedua adalah pengumpulan sampah sesuai kategori. Rantai ketiga adalah pengangkutan (fleet management) sesuai jenis sampah, baru kemudian rantai keempat yaitu ITF. TPST atau landfill adalah rantai kelima.
Menyadari pentingnya rantai pertama hingga ketiga sebelum masuk ke ITF, Jakpro bersama lintas pemangku kepentingan bahu membahu mengimplementasikan sejak rantai pertama yakni pemilahan sampah dari sumber. Adapun dalam kerangka 3R bersama upaya dunia
mengurangi laju pertumbuhan volume sampah, Jakpro berkolaborasi mengutamakan reduce (kurangi), kemudian reuse (pakai ulang) dan berikutnya recycle (daur ulang). Seluruh proses ini memerlukan kesadaran kolektif dari diri sendiri, mulai dari hal kecil untuk menuju kota berperadaban yang layak huni dan dicintai. (Arianto)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar