Duta Nusantara Merdeka | Jakarta
Hadirnya pinjaman online melalui perusahaan Fintech memberikan angin segar bagi masyarakat karena menawarkan banyak kemudahan mengambil kredit.
Namun, sejumlah resiko pinjaman online perlu dicermati calon nasabah seiring maraknya kasus pinjaman online.
Tulus Abadi, Ketua Pengurus Harian YLKI dalam diskusi menyampaikan, Ekonomi digital terus bertumbuh signifikan, sementara itu, Pemerintah, operator dan masyarakat Happy. Namun terdapat anomali, Indeks Keberdayaan Konsumen (IIK) Indonesia belum optimal. Sedangkan generasi digital konsumen Indonesia masih rendah, pengawasan yang belum sinergis dan lemah.
"Keberanian dan tradisi mengadu konsumen (Complain Habit) berkolerasi kuat dengan tingkat keberdayaan konsumen. Semakin tinggi tingkat keberdayaan konsumen malah semakin tinggi keberanian untuk mengadu," kata Tulus saat Focus Group Discussion (FGD), yang bertemakan” Dewasa Dalam Menyikapi Pinjaman Online” pada Senin, 27 Januari 2020 di Cafe Onyx, Hotel Ibis, Slipi Jakarta.
Selain itu, lanjutnya, Pengaduan produk jasa financial sangat dominan dalam lima bahkan tujuh tahun terakhir. Penyebabnya, pengawasan oleh regulator lemah, kurang itikad baik dari operator, dan literasi konsumen juga masih lemah.
Menurutnya, Terbitnya PP No.80 Tahun 2019 Tentang Perdagangan Melalui Sistem Elektronik patut diapresiasi, namun perlu juknis yang lebih kuat dan pengawasan yang konsisten.
"Untuk itu, Regulator produk jasa finansial (OJK) harus bersinergi dengan lembaga/pihak lain yang berkompeten dalam melakukan Edukasi dan Pemberdayaan konsumen khususnya untuk produk financial dan produk digital menjadi suatu yang sangat penting," pungkasnya. (Arianto)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar