Duta Nusantara Merdeka | Jakarta
PT Kereta Commuter Indonesia (KCI) bersama sejumlah komunitas kembali menggelar kampanye untuk mencegah pelecehan seksual di ruang publik. Kali ini kampanye digelar melibatkan Komunitas perempuan dan Komunitas Anker Twitter dalam kegiatan bertajuk "Transportasi Yang Aman Untuk Semua".
Dalam kegiatan yang berlangsung di Stasiun Jakarta Kota pada Jum'at (27/12) ini, PT KCI memaparkan berbagai upaya yang telah dilakukan untuk mencegah pelecehan seksual.
Anne Purba, VP Corporate Communications PT KCI mengungkapkan, Baru-baru ini, PT KCI telah memasang media sosialisasi pencegahan pelecehan seksual di 80 stasiun KRL. Dengan adanya media sosialisasi tersebut, pengguna jasa KRL bisa mendapatkan edukasi bagaimana mencegah, hingga bagaimana membantu diri sendiri maupun orang lain yang menjadi korban pelecehan.
"Selain itu, secara berkala berbagai edukasi terkait pencegahan pelecehan seksual juga tayang pada media sosial KCI dan televisi di dalam KRL. Dalam dua tahun terakhir PT KCI juga senantiasa menggelar kampanye "Komuter Pintar Peduli Sekitar" dalam menyambut peringatan Hari Perempuan Internasional," ujar Anne saat konferensi pers Kampanye untuk mencegah pelecehan seksual di Ruang Tunggu Penumpang Stasiun Jakarta Kota. Jum'at (27/12)
Sementara itu, lanjutnya, perwakilan dari Komunitas perempuan yang juga tergabung dalam Koalisi Ruang Publik AMAN (KRPA) memaparkan data darà hasil survei KRPA yang menemukan sebanyak 46.80% responden surveinya di seluruh IndonesÃa mengaku pernah mengalami pelecehan seksual di transportasi umum. Transportasi umum (15.77%) memang merupakan lokasi kedua tertinggi untuk terjadinya pelecehan, setelah jalanan umurn (28.22%). Moda transportasi umum yang dilaporkan terjadi pelecehan antara lain adalah bis (35.80%), angkot (29.49%), KRL ( 18.14%), ojek online (4.79%), dan ojek konvensional (4.27%).
Rika Rosvianti, Founder Komunitas Perempuan mengatakan, Dari data survei KRPA, pelecehan yang sering terjadi di transportasi umum datang dalam bentuk verbal, fisik dan non-fisik mulai dari pelecehan verbal seperti sÃulan, suara kecupan, komentar atas tubuh, komentar seksual yang gamblang, komentar seksis, dan komentar rasis.
Selain itu, kata Rika, bentuk fisik adalah main mata, difoto secara diam-diam, dintip, diklakson, gestur vulgar, dipertontonkan masturbasi publik, dihadang. diperlihatkan kelamin, didekati dengan agresif secara terus menerus, diikuti/ dikuntit, hingga disentuh, diraba, dan digesek dengan alat kelamin. Penting untuk masyarakat tahu beragam bentuk pelecehan ini, agar dapat dipahami dan mau mengintervensi atau melaporkan saat mengetahuinya.
Rika melanjutkan bahwa kekerasan seksual di tempat dan transportasi umum menghambat terwujudnya kesetaraan gender. "Jangankan beraktualisasi diri secara maksimal, perempuan dewasa maupun anak perempuan bahkan terancam mengalami kekerasan seksual dalam perjalanannya mengakses hak dasar sebagai warga negara seperti pendidikan, kesehatan dan pekerjaan," ungkap Rika.
Sementara itu, komunitas pengguna KRL Anker Twitter mengajak sesama pengguna KRL untuk lebih peduli dengan fenomena ini. "Kami mengajak para pengguna untuk meningkatkan perhatian pada lingkungan sekitar, khususnya kepada sesama pengguna KRL. Dengan meningkatkan kepedulian dan kewaspadaan, kita dapat membantu pengguna yang mungkin sedang mengalami pelecehan seksual namun tidak berdaya untuk keluar dari situasi tersebut," jelas Sufiyandoro dari komunitas Anker Twitter.
Ke depannya, kata Sufiyandoro, Anker Twitter ingin menjadi lebih dari sekadar komunitas pengguna kereta. Anker Twitter berharap dapat menjadi "partner" KCI yang tidak hanya memberikan kritik, namun mendukung dan mendorong KCI untuk meningkatkan respon dalam memberantas Tindak Pelecehan Seksual di transportasi publik.
PT KCI bersama komunitas berharap berbagai upaya kampanye dan kegiatan semacam ini dapat mendorong keberanian dari korban maupun saksi untuk bertindak melawan pelaku dan melaporkannya ke pihak-pihak yang berwenang. Dari catatan KCI sendiri, keberanian saksi maupun korban untuk melaporkan pelecehan yang dialami mulai terlihat. Pada tahun 2019 ini terdapat 35 kasus yang dilaporkan. Tahun 2018 terdapat 34 kasus, sementara 2017 hanya 18 kasus. (Arianto)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar