Duta Nusantara Merdeka | Surabaya
Bila Asosiasi Pemilik Pelayaran Nasional Indonesia (INSA) menolak Revisi Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran, tentang azas cabotage (pelayaran yang wajib menggunakan bendera Indonesia), maka itu namanya masih ada kepedulian anak bangsa.
"Apalagi Ketua Umum INSA, Carmelita Hartoto telah menjelaskan, bahwa revisi bukan hanya mengancam pelayaran nasional, melainkan masalah kedaulatan RI." Ulas Presiden Front Pribumi Ki Gendeng Pamungkas, Minggu (6/10) di Hotel Sjahid, Surabaya, Jawa Timur.
Menurut KGP azas cabotage itu bermakna bahwa setiap kapal yang wajib berbendera Indonesia, ABKnya dan nahkodanya juga orang Indonesia. Sehingga bila direvisi akan menyebabkan pihak asing bebas masuk ke Indonesia.
"Dalam soal kedaulatan kita tidak bisa main - main. Front Pribumi menduga para pengusul revisi layak dicurigai sebagai pengkhianat bangsa. Sebab ini menyangkut kedaulatan wilayah perairan," Jelas KGP menanggapi aktivitas pertemuan anggota INSA se- Indonesia di Surabaya sehari sebelumnya, Sabtu (5/10).
KGP memuji Undang-undang penerbangan yang sudah 20 tahun dilaksanakan, tetapi belum pernah direvisi. Sedangkan UU Pelayaran baru berkisar 10 tahun-an mengapa akan direvisi.
"Menurut saya, bisa undang-undang itu diberlakukan mestinya pihak pengusaha yang ngotot mengusulkan, tapi ini mereka para pengusaha menolak. Sehingga siapa yang usul pastinya mereka bermental pengkhianat." Kata KGP geram.
Ia curiga kasus korupsi di Dirjen Hubla (Perhubungan Laut) mempunyai rangkaian dengan kepentingan pihak - pihak yang ingin adanya revisi undang - undang pelayaran. "Bisa jadi mega korupsi akan menjadi bahaya latent yang baru akan muncul setelah revisi UU No. 27 Tahun 2008 terjadi," Tutup KGP. **
Kontributor DNM : Hans Suta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar