Duta Nusantara Merdeka | Jakarta
Kasus pencabutan cekal dan pencabutan pemeriksaan istri mantan Danjen Kopassus Agus Sutomo sudah cukup bagi kita bahwa itu menandakan polisi berpikir melawan kekuatan yang dimiliki oleh kelompok 02 yang tidak bisa begitu saja diterapkan saat Pelaporan dilakukan oleh kelompok 01.
Sekarang yang tinggal dipreteli adalah yang (diduga) tidak punya kekuatan dan tidak pengaruh pada massa orang banyak atau yang coba-coba dilakukan bila ditahan tidak punya pengaruh apa apa, misalnya dengan membungkam aktivitas oposisi seperti Lieus, Permadi, dan Eggi Sudjana.
"Indonesia dikuatirkan menuju pada masa Sodom dan Gomorah. Dan saat ini Indonesia sedang mengalami masa-masa pra-Sodom dan Gomorah . Jika para pembesar bangsa dan elite politik tidak mampu mengatasi kekacauan yang sekarang jelas terlihat di depan mata, Indonesia akan menuju kehancuran dan hanya menunggu belas kasihan Yang Maha Kuasa untuk lepas dari masalah pelik ini." Kata Sekjen Front Pribumi Hans Suta Widhya, Minggu (12/5) pagi di Jakarta.
Situasi di Indonesia adalah lukisan kondisi sebelum kehancuran Sodom dan Gomorah atau pra Sodom Gomorah, dua kota yang dikutuk oleh Tuhan karena dosa tidak terampuni yang diperbuat masyarakat dua kota tersebut. Bangsa ini sedang sakit, karena para elit mengalami kondisi sakit juga. Kebohongan dan kecurangan terus berlanjut meski Pemilu 2019 sudah melewati tahapan pencoblosan pada Rabu 17 April 2019, tapi kecurangan terus berlanjut.
Ketika bangsa ini sedang dibukakan matanya atas hancurnya budaya, akhlak dan moral masyarakatnya dimana kasus LGBT seakan mendapatkan tempat istimewa, para elite politik dan tokoh bangsa Indonesia sibuk sendiri dengan kubu - kubu koalisi.
Penghitungan surat suara Pilpres yang sudah terjadi kecurangan sebelum Pemilu 17 April 2019 diselenggarakan. Bahkan yang parahnya, orang paling bertanggung jawab atas Pemilu 2019 dengan enteng mengatakan bahwa kematian nyaris 666 orang petugas KPPS merupakan takdir Allah SWT semata.
Sementara media masa yang diharapkan sebagai kontrol sosial, yang digadang-gadang sebagai Pilar keempat, tidak melihat arti penting kehancuran masyarakat malah meliput kampanye pilpres dengan ketimpangan pemberitaan sesuai garis kebijakan pemilik modal.
"Kami lihat isu pilpres lebih hot daripada isu bencana, isu kesenjangan sosial dan ketidakadilan di masyarakat arus bawah dan negeri ini. Kematian yang lebih dari setengah ribu, nyaris mendekati angka 666 orang. Mereka, para pembesar lupa mengamalkan Pancasila dan UUD 1945 karena hidup semakin materialistik."Tutup Hans Suta. **
Tidak ada komentar:
Posting Komentar