Duta Nusantara Merdeka | Jakarta
PT Krakatau Steel (Persero) Tbk merupakan produsen baja terbesar di Indonesia dengan kapasitas produksi 3,15 juta ton per tahun. Perseroan resmi berdiri pada tahun 1970. Perseroan resmi tercatat sebagai Perusahaan publik dan mencatatkan sahamnya di Bursa Efek Indonesia (BEJ) pada 10 November 2010 dengan melepas kepemilikan saham ke publik sebesar 20%.
Pada tahun 2018 telah terjadi kenaikan pendapatan bersih seiring dengan kenaikan jumlah volume penjualan. Pendapatan bersih meningkat 20,05 % YoY menjadi USD1.739,54 juta, sementara volume penjualan meningkat 12,84% yakni sebesar 2,144,050 ton baja, jika dibanding dengan periode yang sama tahun lalu sebesar 1,900,075 ton.
Silmy Karim selaku Direktur Utama PT Krakatau Steel (Persero) Tbk menyampaikan, Sepanjang tahun 2018 lalu Perseroan diuntungkan dengan kenaikan harga jual produk baja. Secara rata-rata harga jual produk HRC meningkat 10,03% menjadi USD657/ton, CRC naik 6,72% menjadi USD717/ton, dan Wire Rod meningkat 15,03% menjadi USD635/ton. Ini adalah salah satu ciri bahwa pasar baja domestik membaik.
"Untuk kinerja keuangan, rugi bersih Peseroan pada tahun 2018 juga mengalami perbaikan sebesar 8,48% atau menurun menjadi USD74,82 juta dibanding dengan tahun sebelumnya mencapai USD81,74 juta, juga membaiknya performa perusahaan asosiasi dan joint venture yang menjadi rugi USD5,31 juta selama tahun 2018 dari rugi USD41,24 juta pada tahun 2017," ujar Silmy, saat jumpa pers hari jum'at siang, 26 April 2019 di Financial Hall, Graha CIMB Niaga Lantai 2 Jl. Jend. Sudirman, Kav. 58, Jakarta Selatan.
Menjelang akhir tahun lalu, Silmy menuturkan, Perseroan juga telah menandatangani kesepakatan dengan sejumlah BUMN karya tentang penggunaan baja dalam negeri untuk proyek-proyek yang dijalankan oleh pemerintah. Hal ini diharapkan mampu meningkatkan kinerja Perseroan ke depan. Pada proyek pembangunan jalan tol layang Jakarta-Cikampek atau Japek II Elevated Toll Road suplai baja Perseroan per Desember 2018 telah mencapai 151.090 ton.
Silmy melanjutkan, sentimen positif lainnya adalah keberhasilan dalam perpanjangan pengenaan Bea Masuk Anti Dumping (BMAD) terhadap produk Hot Rolled Coil (HRC) yang diimpor dari Republik Rakyat Tiongkok (RRT), India, Rusia, Kazakhstan, Belarusia, Taiwan dan Thailand yang mulai berlaku pada 2 April 2019 sampai 5 tahun ke depan.
Pada tahun 2019, Silmy menjelaskan, Perseroan merencanakan untuk menambah jumlah porsi penjualan ekspor yakni sebesar 650.000 ton HRC/P ke Negara Malaysia, India dan negara lainnya. Pada bulan Maret 2019 ini, sebanyak 12.000 ton HRC/P telah diekspor ke Negeri Jiran Malaysia, seiring dengan kebijakan otoritas setempat yang menyatakan dicabutnya aturan anti dumping bagi Indonesia karena ketiadaan produsen HRC dalam negeri Malaysia.
"Proyek pembangunan pabrik Hot Strip Mill tahap 2 saat ini sudah mencapai 91,52% konstruksi fisik per 31 Desember 2018. Pabrik ini akan menghasilkan tambahan 1,5 juta ton per tahun produk bagi Perseroan, yang mechanical completion akan selesai di Q2 2019," jelas Silmy.
"Di sisi internal, Perseroan telah dan terus melakukan berbagai upaya perbaikan kinerja untuk menjadikan Perseroan sehat den tumbuh secara berkesinambungan diantaranya penyelesaian proyek strategis, transformasi sales dan marketing, program efisiensi biaya melalui pola operasi yang optimal, optimalisasi aset, dan program transformasi keuangan," tutup Silmy.(Arianto)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar