Duta Nusantara Merdeka | Jakarta
Intensitas sirkulasi hoaks kian tinggi di masa menjelang hari pemilihan umum. Dampak kerusakan hoaks dapat mengancam kualitas demokrasi. Beredarnya berita bohong, perudungan siber, ujaran kebencian, kemarahan yang dibuat-buat, dan pembocoran data pribadi bisa menjadi bagian dari disinfomasi dan malinformasi yang mengacaukan akal sehat.
Lembaga Pemilih Indonesia (LPI) menggelar Diskusi Konsolidasi Demokrasi Pasca Soeharto: 'Masa Depan vs Masa Lalu' di Restoran Ammarin Lt. 2, Plaza Central, Semanggi, Jakarta, hari Senin,15 april 2019 dengan Pengantar Diskusi : Boni Hargens dan para narasumber : Arbi Sanit selaku Guru Besar Fisip UI, M. Lukman Edy selaku Politisi PKB, Achmad Baidowi selaku Politisi PPP, Titi Anggraini selaku Direktur Perludem dan August Mellaz selaku Direktur Sindikasi Pemilu, dimoderatori : Ghivani Adilah Irwanda selaku Finalis Abnon Jakpus 2019
Arbit Sani selaku Guru Besar Ilmu Politik Universitas Indonesia menuturkan bahwa "Berita bohong jelang pencoblosan perlu diwaspadai, sebab hal itu dapat mengacaukan proses pemilihan, karena pemilu kali ini bercorak mobilisasi, bukan partisipasi, jadi bisa saja itu berita itu mendorong mobilisasi massa,".
Sedangkan Politisi PKB Lukman Edy menyampaikan, ancaman people power di negara demokrasi adalah kebohongan besar. People power di negara demokrasi adalah turun ke TPS, bukan turun ke jalan, tidak mengakui pemilu, lalu menggagalkan penyelenggaraan pemilu.
Titi Anggraini selaku Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) menjelaskan, ada dua hal yang menjadi tantangan kita menjelang pemungutan suara:
- soal akses informasi mengenai teknis tata cara penghitungan suara dan pemungutan suara oleh pemilih.
- soal akses informasi tentang partai politik dan caleg yang mereka pilih di dapilnya.
Titi menambahkan bahwa penyelenggara pemilu perlu menjelaskan soal teknis pemilihan ke pemilih agar kejadian di luar negeri tidak terjadi juga dalam negeri.
Pemilu di Indonesia adalah salah satu pemilu terbaik di dunia. Kalau sengketa hasil pemilu, ada MK. Kalau pelanggaran dan sengketa proses juga ada Bawaslu. tutup Titi.(Arianto)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar