Duta Nusantara Merdeka | Jakarta
Pemilihan Umum serentak (PEMILU) 17 April 2019, hanya suatu pesta demokrasi siklus normatif kekuasaan lima tahunan dan semestinya disambut dengan gembira, suka cita dan beradab, idealnya pula, pesta demokrasi ini berlangsung dalam terang bintang penuntun Pemilu 2019, yakni nilai-nilai luhur Pancasila dan UUD 1945 dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dan Bhinneka Tunggal
Ika.
Juliaman Saragih selaku Ketua dan Pendiri NCBI, menjelaskan bahwa Fakta hari ini, produksi kata melalui sebaran informasi bohong (hoaxs) atau ujaran kebencian atas nama suku, agama, ras dan antar golongan (SARA) disertai pola mobilisasi dukungan yang dilakukan oknum dan kelompok kepentingan tertentu di ruang publik pesta demokrasi 2019, bukan saja merusak memori persatuan kesatuan masyarakat, mengancam intergrasi negara bangsa, bahkan juga mengganti dasar negara Pancasila.
Dalam buku Mengawal Demokrasi; Menolak Politik SARA, Merawat Kebhinnekaan (NCBI, 2018), Wempy menyatakan,"..Politik SARA dilakukan oleh orang yang kalah sebelum pertarungan. Mereka sangat sadar tidak memiliki kapasitas equaivalent terhadap competitor". Bahkan Yudi Latif memberi penegasan bahwa, "Indonesia Miniatur Kemajemukan Dunia. Pancasila telah teruji sebagai Pemersatu Bangsa".
Juliaman Saragih tegaskan, penumpang gelap pesta demokrasi 2019 diatas kembali telah merobek-robek Jubah Negara Kebangsaan Indonesia.
Terpenting dan utama, melalui Badan Pembinaan ldeologi Pancasila (BPIP), Presiden Joko Widodo perlu segera membangun kampung-kampung Pancasila dan memanfaatkan ruang terbuka publik sebagai taman wejangan kebangsaan ataupun media pendidikan wawasan kebangsaan. Kebijakan Presiden Joko Widodo lainnya melakukan evaluasi dan pembinaan terhadap Aparatur Sipil Negara (ASN), baik di tingkat pusat dan daerah, yang diduga kuat terlibat aktif atau ikut menyebarkan paham radikalisme dan anti Pancasila. Tutup Juliaman Saragih.(Arianto)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar