Duta Nusantara Merdeka | Jakarta
Ketika Nabi Muhammad dan kaum Muslim hijrah ke Madinah, konon populasi orang Arab yang beragama Islam hanya 15% saja, selebihnya populasi non Muslim. Setelah Nabi sampai di Madinah populasi Muslim bertambah signifikan dan tidak lama kemudian Nabi bersama seluruh elemen masyarakat sepakat menyusun Piagam Madinah yang menjadi dasar pendirian sebuah Negara Madinah.
Tabligh Bersama TGB (Tuan Guru Bajang) dengan Tajuk "Damai Negriku, Maju Bangsaku; Membongkar Batas, Imaginary Umat" digelar hari Sabtu, 23 Maret 2019 pukul 08.30 -11.55 wib bertempat di Gedung Manggala Wanabakti JI. Jend. Gatot Subroto, Jakarta dengan pembicara Dr. TGH. Muhammad Zainul Majdi, Lc., M.A. dan dihadiri lebih 1000 orang Komunitas Alumni ITB-AIWI dari jabotabek dan dari luar kota.
Dr. TGH. Muhammad Zainul Majdi, Lc., M.A. atau yang akrab disapa Tuan Guru Bajang(TGB) lahir di Pancor, Selong, Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat, 31 Mei 1972; umur 46 tahun adalah politisi Indonesia. Ia menjabat Gubernur Nusa Tenggara Barat 2 periode, masa jabatan 2008—2013 dan 2013—2018. Pada periode pertama dia didampingi oleh Wakil Gubernur Badrul Munir dan pada periode kedua didampingi oleh Wakil Gubernur Muhammad Amin.
Secara mendasar, menurut Tuan Guru Bajang pengertian kata umat adalah sebuah komunitas masyarakat atau bangsa yang bersatu bersepakat hidup dalam satu visi bersama. Kata umat tidak diartikan secara sempit hanya bagi kalangan tertentu, misalnya diklaim hanya oleh segolongan orang dengan pilihan politik sama. Kata umat adalah kata yang digunakan bertujuan untuk mempersatukan dan saling memperkuat, bukan sebaliknya.
"Bangsa Indonesia bisa dikatakan sebagai satu umat, karena seluruhnya dibangun atas dasar kesamaan visi dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Ada banyak hal yang bisa merusak sebuah tatanan umat, dimana salah satu contoh yang paling rawan adalah melalui penyebaran hoax atau berita bohong yang berisi fitnah," ujar Tuan Guru Bajang.
Tuan Guru Bajang menjelaskan bahwa Para ulama sebagai pewaris risalah Nabi Muhammad seharusnya berbicara layaknya dalam posisi mewakili keteladanan Nabi. Seorang ulama pada dasarnya berbicara diatas mimbar seolah menempati posisi layaknya membawa isi pesan Nabi yang bersifat rahmatan lil ‘alamiin. Seorang ulama ketika berbicara pada hakekatnya seperti memimpin sebuah majelis Rasulullah SAW. Dengan demikian ketika seorang ulama berbicara di atas mimbar dia harus berbicara menyampaikan ilmu dengan tutur kata dan akhlaq mulia, bukan sebaliknya. Tidak layak seorang ulama berbicara kasar, kotor, apalagi ikut menyebarkan fitnah dan hoax. Ulama yang sudah demikian sudah seharusnya diingatkan kembali, bukannya malah dibiarkan.
Para pemimpin dan pendiri NKRI pada dasarnya sudah mencontoh langkah yang dilakukan Nabi Muhammad dan para tokoh Madinah dalam mendirikan sebuah bangsa dan Negara. Oleh karena itu kita sebagai penerus tinggal menjaganya dengan baik. Adapun persaingan dalam pemilihan pemimpin harus dipandang sebagai kompetisi sesama anak bangsa saja dalam rangka mencapai tujuan dan kemajuan bersama. Suatu hal yang lumrah pula jika setiap calon pemimpin ada ulama yang mendampinginya atau mendukungnya, maka hal itupun jangan dipandang sebagai perpecahan umat. jelas Tuan Guru Bajang.
NKRI bagaikan wadah dan bangsa indonesia bagaikan air yg mengisinya. Wadah tidak boleh bocor apalagi rusak. Tutup Tuan Guru Bajang.(Arianto)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar