Duta Nusantara Merdeka | Banjarmasin
Di masa pemerintahan Presiden Jokowi, anggapan bahwa birokrasi dijalankan oleh aparatur negara berusia lanjut yang kurang mengerti perkembangan zaman kekinian harus dibuang jauh-jauh. Era Jokowi memberi kesempatan luas bagi generasi muda, termasuk dari kelompok usia milenial, untuk berperan serta aktif menjalankan roda pemerintahan, bahkan di lingkaran dalam terdekatnya.
Pesan itu tersampaikan dalam Sharing muda Kalimantan Selatan Sessions ‘Future Leader’s Talk’ bersama staf muda Kantor Staf Presiden di kafe Eatboss, Banjarmasin, hari Rabu, 6 Maret 2019. Dalam acara ini, KSP menghadirkan tiga orang tenaga ahli dari kalangan milenial yakni Agung Hikmat, Syska Hutagalung dan Deswitha Arvinci Stiefi.
“Saya kepo banget dengan apa yang dikerjakan KSP, terutama setelah membaca novel ‘Sophismata’ karya Alanda Kariza yang menyebut Kantor Staf Presiden berisi banyak anak muda smart dan tidak didominasi orang-orang tua sebagaimana persepsi kita tentang kantor-kantor pemerintah,” kata Tri Mahyuni, mahasiswi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Lambung Mangkurat.
Para tenaga ahli Kantor Staf Presiden menjelaskan fungsi KSP sebagai lembaga yang bertugas menerjemahkan visi politik presiden.
“Misalnya saat Presiden Jokowi menyatakan tekadnya membangun Indonesia dari pinggiran, kita menjelaskan bagaimana konsepnya, mengawasi penyaluran dana desa dan transfer ke daerah,” papar Agung Hikmat.
Menurut Agung, saat ini merupakan era anak muda ‘menguasai’ berbagai sektor di Indonesia. “Lihat saja film-film keren yang banyak disukai penonton dan memenangkan berbagai penghargaan. Semuanya karya anak muda. Juga di bidang lain, terutama fintech dan industri rintisan digital atau start-up,” paparnya.
Pria yang menyelesaikan master bidang manajemen inovasi di Skotlandia dan Denmark ini mengungkapkan, anak muda Indonesia sudah dipercaya menjadi pemegang keputusan dan menggerakkan roda pemerintahan. Sempat bekerja di perusahaan telekomunikasi dan menjadi konsultan bisnis, Agung mengaku awalnya skeptis apakah bisa memberikan kontribusi maksimal saat banting setir ke dunia birokrasi.
“Tapi ternyata anak muda banyak didengar. Ada upaya serius birokrasi dalam mengubah dirinya. Di era pemerintahan Jokowi, anak muda mendapat mandat sebagai pejabat pembuatan keputusan,” kisahnya.
Masuk Kantor Staf Presiden di kedeputian yang membidangi kajian pengelolaan isu sosial, ekologi dan dan budaya strategis, Agung mendapat tantangan besar. “Atasan saya memberikan challenge, bagaimana caranya agar pemerintah dalam mengambil keputusan harus berbasis data,” kenangnya.
Sebagai anak muda berusia 30-an tahun, ia kaget mendapat tantangan itu, tapi Agung memutuskan menerimanya. Dengan kerja keras dan kerjasama banyak pihak, Kantor Staf Presiden pun melakukan melakukan inovasi. Hingga akhirnya tidak sedikit kebijakan dan peraturan presiden yang lahir dari kontribusi anak-anak muda ini. Di antara peraturan presiden terkini yang terbit atas andil mereka yakni Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 95 Tahun 2018 tentang Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik (SPBE) dan Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2018 tentang Strategi Nasional Pencegahan Korupsi.
Agung berharap pikiran-pikiran ‘out o the box’ anak muda ‘Banua’ agar tidak memfokuskan kesejahteraan daerah pada sektor tambang. “Coba kembangkan sektor lain di Kalsel, seperti mengangkat potensi Itik Alabio, wisata Pulau Matasiri atau mengembangkan Batik Sasirangan,” urainya.
Bagi Agung, sukses harus didefinisikan sebagai ‘berdamai dengan diri sendiri’. “Jangan menganggap sukses semata dari gaji yang besar, tapi lebih kepada bagaimana kita menemukan misi hidup ini,” tegasnya.
*Mulai dari lingkungan terdekat*
Syska Hutagalung menjelaskan dialog dengan anak muda daerah merupakan ‘side event’ setelah tugas utama digelar. Sehari sebelumnya, KSP bersama Kementerian Kominfo, Kemristekdikti dan Universitas Lambung Mangkurat menggelar Diskusi Publik bertopik ‘Pembangunan, Inovasi, dan Sumber Daya Lokal’.
“Jadi setiap ke daerah, kami tak jadi melulu rapat dengan pemerintah daerah dan lain-lain, tapi ada waktu khusus untuk mendengarkan suara anak muda,” katanya.
Pada kesempatan ini, Syska memotivasi anak-anak muda Banjarmasin untuk mencoba memberikan kontribusi bagi pembangunan dengan mulai dari membangun diri dan lingkungan terdekat. “Hal itu bisa dimulai dari hal sekecil apapun,” ujar Syska.
Syska memberi contoh, kalau di tingkat pusat ada forum Musyawarah Perencanaan Pembangunan Nasional atau Musrenbangnas, maka milenial di daerah bisa memberikan sumbang sarannya dalam perencanaan di level desa.
“Berikan masukan pada perencanaan dan pengawasan Dana Desa yang kini rata-rata diterima Rp 1,3 miliar per tahun di tiap desa. Mulailah dari langkah-langkah seperti itu,” saran perempuan yang sempat menjadi lawyer ini.
Syska mengajak anak-anak muda Kalsel rajin mengembangkan diri. “Bangun network. Menambah teman penting, tapi lebih penting lagi bagaimana membuat jaringan baru itu sebagai nilai tambah bagi diri kita,” ungkapnya.
Diskusi ini juga mengundang anak-anak muda lokal yang tak kalah keren. Mereka yakni President Young on Top Banjarmasin Arief Bimantara dan pendiri Rumah Kreatif-Pintar Banjarmasin pemenang Astra Awards 2016 Muhammad Aripin.
“Carilah ide sebagai solusi kreatif untuk memecahkan sebuah masalah,” ucap Arief.
Sementara itu Bima memberi tips tiga hal untuk pengembangan diri. “Banyaklah membaca, bergaul dengan orang-orang positif, dan sering-seringlah melakukan ‘solo traveling’ sehingga kita menyadari potensi diri dan terbiasa mengambil keputusan,” pungkasnya.
Generasi milenial tak bisa dianggap remeh. Mereka bergerak dengan segala kesibukan, kreativitas dan produktivasnya. Menjadi entrepreneur, masuk korporasi atau terlibat di birokrasi sekalipun, milenial kita menunjukkan kapasitas dan kualitas yang membanggakan.(Arianto)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar