Duta Nusantara Merdeka |
Tentu banyak para ahli yang menjelaskan apa itu makrifat, dan biasanya dimulai dengan penjelasan mengenai Syariat, Tariqat, Hakikat dan baru ke Makrifat. Namun pada kesempatan ini saya mencoba langsung membahas makrifatnya.
Menarik untuk menyimak tulisan Jalal al-Din Rumi mengenai makrifat yang mengatakan, “ First there is knowledge. Then there is asceticism. Then there is knowledge that comes after that asceticism. The ultimate ‘knower’ is worth a hundred thousand ascetics “. Dalam tulisannya ini Rumi menjelaskan bahwa awalnya da pengetahuan. Lalu ada asketisisme. Kemudian ada pengetahuan yang datang setelah asketisisme tersebut “.
Tentu tidak mudah untuk memahami apa yang disampaikan oleh Rumi sesungguhnya, tentu hanya beliau sendiri yang mmengetahui maksudnya. Tetapi mari kita dekati makna makrifat tersebut secara etimologi maupun terminologi.
Merujuk pada kamus ilmu tasawuf, Makrifat berasal dari kata ‘arafa, yu’rifu, ‘irfan, ma’arifah, yang artinya adalah pengetahuan, pegalaman, atau pengetahuan ilahi. Secara terminologis dalam kamus ilmu tasawuf, Makrifat diartikan sebagai ilmu yang tidak menerima keraguan atau pengetahuan. Selain itu, Makrifat dapat pula berarti pengetahuan rahasia hakikat agama, yaitu ilmu yang lebih tinggi daripada ilmu yang didapat oleh orang-orang pada umumnya.
Terminologi makrifat ini, pertama kalinya disampaikan oleh Dzu al-Nun al-Misri. Dimana beliau membuat klasifikasi makrifat ke dalam tiga jenis, yaitu (1) makrifat kalangan orang awam (orang banyak pada umumnya), tauhid melalui syahadat, (2) makrifat kalangan ulama dan para filsuf yang memikirkan dan merenungkan fenomena alam ini, mereka mengetahui Allah melalui tanda-tanda atau dalil-dalil pemikiran, (3) makrifat kalangan para wali dan orang-orang suci yang mengenal Allah berdasarkan pengalaman kesufian mereka. Inilah makrifat hakiki dan tertinggi dalam tasawuf.
Menurut para sufi, makrifat ini sangat terkait dengan keterbukaan mata batin, yang memungkinkan melihat Tuhan melalui kebenaran sabda – sabdanya. Keterbukaan mata batin sangat terkait erat dengan kesucian batin itu sendiri, yang dilalui melalui proses yang tidak mudah.
Pertanyaan berikutnya adalah bagaimana menerapkan seni makrifat ini dalam konteks kekinian yaitu suatu era atau peradaban yang super modern ? Apakah masih dianggap relevan membicarakan makrifat dalam era digital, blockchain atau revolusi industri 4.0 seperti saat ini ?
Justru di sinilah kunci makrifat sesungguhnya, dimana menerapkan tehnologi dan modernitas tanpa diimbangi kesantunan dalam makrifat bisa menimbulkan kegersangan bathiniah. Secara materi mungkin saja banyak yang diperoleh dan dimiliki, tetapi hakikat kebahagiaan dan ketenangan hidupnya semakin jauh.
Lalu jika dikaitkan dalam konteks kinerja pegawai misalnya, orang – orang yang memahami dan mendalami makrifat akan menjauhkan hati dan fikirannya dari rasa iri, dendam, fitnah, cemburu jabatan dan lain – lain yang sering dibahas dalam political office. Hidupnya akan lurus dan tenang, karena memiliki keyakinan apapun yang diusahakan jika Tuhan belum mengijinkan tetap saja tidak akan ia dapatkan. Dan sebaliknya jika Tuhan sudah mengijinkan untuk memberi amanat yang harus diemban maka pangkat dan jabatan itu akan bisa didapatkan. Tapi juga jangan dipersepsikan pasrah tanpa gairah.
Orang – orang yang makrifat itu kerjanya bagus dan sangat produktif menggunakan waktunya, bahkan seringkali bekerja melebihi panggilan tugas. Semua ia lakukan secara ikhlas, sungguh – sungguh dan penuh rasa tanggung jawab. Dan semua yang ia kerjakan itu tidak semata – mata karena menginginkan penilaian manusia yang dikonversi dalam bentuk pangkat atau jabatan. Semua didedikasikan semata – mata untuk mencari ridlo Allah. Bekerja dengan baik karena ingin memmbawa nafkah buat keluarga tersayang yang jauh dari paparan nafas haram dan subhat.
Keimanan dan ketaqwaannya pada alloh berharap agar hasil keringat kerjanya menjadi rejeki yang halal dan penuh barokah. Ia tidak silau dengan gemerlap dunia yang sering melalaikan manusia dari beribadah pada Allah. Bekerja dengan sungguh – sungguh tapi ia juga tidak melalaikan kewajiban vertikalnya kepada Allah. Inilah sebenarnya sosok – sosok pegawai yang kontekstual dan sesuai dengan segala zaman. Jadi jika ingin pegawai, karyawan, anggota atau staf kita bisa bekerja dengan baik dan produktif, maka perkenalkan konsep makrifat itu kepada seluruh stafnya, maka yakinlah produktivitas pribadi maupun produktivitas organisasi akan meningkat. **
Penulis : Dede Farhan Aulawi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar