Duta Nusantara Merdeka |
Oleh : DEDE FARHAN AULAWI
(DEWAN PAKAR PERPADI JAWA BARAT)*
Saat ini perbincangan masalah komoditas beras banyak dianggap tidak begitu menarik dibandingkan dengan memperbincangkan masalah – masalah politik. Bukan hanya di komunitas umum, bahkan beberapa komunitas yang konon fokus pada masalah pangan tetapi obrolan – obrolannya lebih banyak politik daripada subyek komunitasnya sendiri.
Padahal bicara masalah ketersediaan pangan atau beras jauh lebih penting karena menyangkut kebutuhan pokok umat manusia yang paling dasar. Perlu diingat bahwa komoditas utama pertanian di Indonesia adalah beras karena memiliki pangsa pengeluaran pangan terbesar. Ironisnya produksi beras nasional hingga saat ini masih belum mengalami kemajuan yang signifikan. Bahkan buruh tani banyak yang sudah beralih profesi, dan tentu menjadi masalah tersendiri.
Tentu banyak masalah – masalah yang bisa kita temukan terkait komoditas beras, mulai dari minimnya anggaran sektor pertanian, alih fungsi lahan sawah, pertumbuhan penduduk yang terus meningkat, dan penggunaan pupuk anorganik.
Di samping itu ada lagi masalah minimnya anggaran negara guna meningkatkan kapasitas adaptasi petani terhadap perubahan iklim, lalu ada juga masalah kebocoran subsidi pupuk, termasuk masalah semakin meluasnya gagal tanam dan panen yang dialami petani. Di musim kemarau sudah jelas banyak area pesawan yang tidak bisa terairi dan mengalami kekeringan. Sebaliknya di musim hujan banyak yang terdampak banjir sampai merendam sawah – sawah, dan ujung – ujungnya gagal panen juga.
Tak henti – hentinya petani banyak yang mengalami masalah. Kemarau kekeringan, dan musim penghujan kebanjiran. Lalu kapan petani akan untung ? kapan mereka bisa sejahtera ? Jika terus menderita mana ada yang mau untuk meneruskan estafeta profesi di bidang pertanian.
Di samping itu, kita juga tahu bahwa sentra produksi beras di Indonesia dinilai belum merata. Di saat yang bersamaan juga pembangunan di pulau jawa terus masif sehingga menyebabkan banyaknya lahan sawah beralih fungsi menjadi sektor lain, seperti perumahan, industri, jalan, dan sektor-sektor lainnya.
Alih fungsi lahan sawah ini sulit dibendung. Luas lahan yang terkonversi tidak mampu diimbangi dengan ekstensifikasi melalui pembukaan sawah baru. Intensitas alih fungsi lahan sangat sulit dikendalikan dan sebagian besar lahan sawah yang beralih fungsi tersebut justru yang produktivitasnya termasuk katagori tinggi.
Merujuk pada data yang dikemukakan oleh FAO dan IRRI (International Rice Research Institute), Indonesia tercatat merupakan Negara dengan angka konsumsi beras tertinggi dibanding negara ASEAN lainnya. Begitupun masalah penggunaan pupuk anorganik untuk pertanian yang semakin meningkat dan melebihi batasan pemakaian karena mahalnya harga jual pupuk organik.
Menurut fertilizer hand book pada tahun 2003, penggunaan pupuk anorganik secara berlebihan bukan hanya menyebabkan penurunan kuantitas dan kualitas beras nasional, tetapi juga menyebabkan lebih tingginya harga jual beras nasional daripada harga beras impor, sehingga minat masyarakat terhadap produksi beras nasional berkurang dan beras nasional tidak dapat bersaing dengan beras impor. **
Tidak ada komentar:
Posting Komentar