Duta Nusantara Merdeka | Jakarta
Dalam KTT ke-21 ASEAN-Jepang, Presiden Joko Widodo menekankan pentingnya ASEAN memperkuat kerja sama dengan Jepang dalam hal penanggulangan bencana. Kepala Negara menyebut, bersama negara-negara ASEAN, Jepang sebagai mitra pertama ASEAN diketahui merupakan kawasan yang rentan terhadap bencana.
Bencana tersebut tentunya menimbulkan korban jiwa dan kerugian ekonomi yang teramat besar. Data juga mengungkap bahwa dalam tiga dekade terakhir, 40 persen bencana terjadi di kawasan Asia.
"Dalam tiga dekade terakhir 40 persen
bencana terjadi di kawasan Asia di mana 90 persen menyebabkan korban jiwa dan 50 persen lebih menyebabkan kerugian ekonomi. Data PBB tahun ini memprediksi kerugian ekonomi akibat bencana di kawasan ini mencapai lebih dari USD160 miliar per tahun hingga 2030," ungkap Presiden.
Persoalan bencana ini sangat dirasakan dampaknya oleh Indonesia. Presiden menjelaskan, baru-baru ini, Indonesia mengalami bencana gempa bumi dan tsunami di Sulawesi Tengah dengan korban jiwa mencapai lebih dari 2.200 jiwa serta lebih dari 68.000 bangunan rusak.
"Bencana alam akan selalu menjadi bagian dari kehidupan kita. Kita tidak dapat mencegah bencana alam. Namun, kita dapat meminimalisir korban dan perlu memastikan bahwa terdapat sumber yang akan mendukung bangkitnya wilayah bencana," sambungnya.
Oleh karenanya, diperlukan adanya kerja sama yang lebih erat mengenai mitigasi dan penanggulangan bencana. Beberapa di antaranya dapat dilakukan dengan penguatan kerja sama terkait mekanisme peringatan dini, pembangunan infrastruktur tahan bencana, hingga pendanaan untuk rekonstruksi dan rehabilitasi pascabencana.
"Kerja sama strategi pembiayaan dan asuransi bencana juga sangat penting. Ide ini telah mulai dibahas pada ASEAN Leaders' Gathering dengan Dana Moneter Internasional-Bank Dunia di Bali bulan lalu," tutur Presiden.
Gagasan ini dinilai tidak hanya penting bagi Indonesia yang memang sebagian wilayahnya rawan terhadap bencana. Indonesia beranggapan, negara lain di kawasan rawan bencana lainnya juga turut merasakan hal yang sama.
"Diperlukan keterlibatan dan kerja sama banyak pihak untuk mendukung ide ini. Perlu kolaborasi antara pemerintah sebagai regulator dan pembuat kebijakan, kelompok bisnis asuransi, dan partisipasi masyarakat luas," tandasnya. **(Red-72)
Kontributor DNM : Arianto
Tidak ada komentar:
Posting Komentar