DNM.com (Jakarta)
Pemilik Perusahaan jasa penagihan Bapak I Gede Adi di Bali sekaligus sebagai advokat menilai, dengan berdirinya Asosiasi Perusahaan Jasa Penagihan Indonesia (APJPI), maka fungsi pengawasannya akan otomatis karena selama ini banyak sekali SDM yang tidak profesional dan tidak mau profesional walaupun dibina. Penilaian tersebut disampaikan usai menghadiri deklarasi APJPI hari Sabtu 28 Juli 2018 di Hotel Mercure Simatupang, Lebak Bulus Jakarta Selatan.
“Mereka berfikir bahwa jika dirinya (oknum) bermasalah di PT. A maka dapat pindah bekerja di PT. B dengan perilakunya selama ini yang arogan. Maka dengan adanya APJPI ini kita akan mengingatkan orang yang dipecat pada suatu PT maka tidak boleh diterima di PT lainnya. Dengan demikian, adanya aturan ini maka mereka akan bekerja lebih profesional. Tentu saja perpindahan ke PT lain boleh aja asalkan nanti ada kode etiknya dengan catatan tidak memiliki masalah di PT lain”, ujar Bapak I Gede Adi.
Bapak I Gede Adi menambahkan, kami akan menggandeng aparat kepolisian untuk menindak oknum-oknum yang sering mencatut nama debt colector seolah-olah mereka dari finance, padahal mereka pencuri yang bermodalkan data dan mengaku dari finance.
“Tentunya itu bukan tanggungjawab APJPI karena mereka begal yang berkedok sebagai debt colector. Kebocoran data ini disebabkan adanya aplikasi yang memuat data-data kendaraan yang kreditnya macet sehingga celah inilah yang digunakan oleh oknum,” lanjut Bapak I Gede Adi.
Menyikapi kondisi tersebut, Adi menghimbau agar konsumen teliti dengan menanyakan identitas, SK, surat tugas mereka lalu mengkonfirmasi ke bagian finance maka akan aman. Kelemahannya, saat ini belum ada razia terhadap pelaku-pelaku yang mengincar kendaraan di jalanan.
Disarankan kepada para petugas eksekusi jaminan fidusia saat menghadapi nasabah berkarakter ngeyel yg berpotensi memicu keributan, atau bahkan fitnah dengan tujuan mencelakai petugas eksekusi dari finance dengan meneriaki petugas eksekusi sebagai maling, begal dan sebagainya sehingga mengancam keselamatan petugas maka disarankan petugas eksekusi memohon pengamanan dari aparat kepolisian saat menjalankan tugasnya”.
Banyaknya masyarakat yg tidak paham UU Fidusia dan diperparah lagi dengan aparat penegak hukum yg memahami Fidusia setengah-setengah sehingga sering memperparah konflik antar petugas eksekusi jaminan fidusia dengan nasabah yang kendaraannya akan di eksekusi.
Perlu diketahui dalam UU Fidusia diatur :
* Pasal 15 ayat 2 : Sertifikat Jaminan Fidusia sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) mempunyai kekuatan eksekutorial yang sama dengan putusan pengadilan yang telah memperolah kekuatan hukum tetap.
* Pasal 30 : Pemberi Fidusia (Nasabah) wajib menyerahkan benda yg menjadi obyek jaminan fidusia (kendaraan) dalam rangka pelaksanaan eksekusi jaminan fidusia.
“Jika hal diatas tersebut dipahami oleh nasabah maka dapat menghindari konflik saat dilaksanakannya eksekusi jaminan fidusia”, ucapnya.
Beliau juga menyarankan kepada pemilik perusahaan finance untuk berhati – hati dalam menurunkan eksekutor dilapangan. “Kepada para petugas eksekusi jaminan fidusia saat menghadapi nasabah berkarakter ngeyel yg berpotensi memicu keributan, atau bahkan fitnah dengan tujuan mencelakai petugas eksekusi dari finance dengan meneriaki petugas eksekusi sebagai maling, begal dan sebagainya sehingga mengancam keselamatan petugas, disarankan petugas eksekusi memohon pengamanan dari aparat kepolisian saat menjalankan tugasnya”.
Petugas eksekusi berhak memohon pengaman dari Kepolisian apabila dirasa perlu utk membantu pengamanan pelaksanaan eksekusi, sesuai yg diatur dalam :
* Peraturan Kapolri No. 8 tahun 2011, Tugas aparat kepolisian hanya mengamankan saja, sedangkan pelaksana eksekusi adalah petugas yg diberi kuasa oleh Finance.
“Ke depan kami akan membentuk tim untuk bisa merazia mereka bekerjasama dengan kepolisian. Dalam hal ini APJPI lebih fokus kepada jasa penagihan untuk finance yang disebut sebagai Tim Eksekusi Jaminan Fiducia, bukan collector lagic”, tutup Bapak I Gede Adi. **(Arianto/Red-100)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar