DNM.com (Jakarta)
Dewan Pimpinan Rakyat Republik Infonesia (DPR RI) harus menyatakan pendapat Mosi tidak percaya terhadap kasus tercecernya sejumlah besar kartu E-KTP di Bogor.
Menurut Wakil Sekjen Advokat Bangsa Indonesia (ABI) Suta Widhya SH, Selasa (29/5) siang di Jakarta apakah 2/3 anggota DPR dimungkinkan bersepakat menggunakan hak Menyatakan Pendapat dengan Mosi Tidak Percaya kepada pemerintah Jokowi atas kejadian tercecernya E-KTP di bogor.
Jangan menganggap permasalahan ini sebagai persoalan sepele. Apalagi saat ini terjadi polemik di tengah mayarakat bahwa kasus tercecer E-KTP "digoreng" antara pendukung partai oposisi dengan partai pro pemerintah.
Menurut Suta persoalan E-KTP bukan mustahil akan menjadi persoalan menang atau kalah dalam pilkada serentak 2018 atau pemilu 2019 nanti.
"Kita tahu, ini adalah permasalahan luar biasa yang menyangkut keberlangsungan identitas dan cita-cita bernegara. Bukankah e-ktp merupakan identitas Warga Negara Indonesia yang harus dijaga kerahasiaannya? Dengan menunjukkan e-KTP seseorang bisa menggunakan hak pilihnya? Dengan kata lain, nasib bangsa ini terletak pada identitas tersebut. Sangat lazim penanganan pengiriman e-ktp yang katanya rusak harus dilakukan dengan pengamanan yang ketat tidak ceroboh." Jelas Suta keheranan.
Belum jelas berapa juta keping e-ktp sebenarnya. Tapi, anehnya mengapa polisi terkesan terburu-buru menyimpulkan tidak ada pelanggaran hukum atas kejadian tercecernya ratusan e-ktp di Bogor, seperti ada yang ditutup-tutupi.
Proyek e-ktp sejak awal sudah mengalami banyak persoalan besar. Mulai dari kualitasnya yang mudah rusak andai sering difotokopi sampai alasan blangko yang kosong atau tidak ada di kelurahan. Banyak warga mengeluh hingga tahunan menunggu penggantian KTP konvensional menjadi E-KTP.
Berbagai kasus bermunculan mulai dari persoalan biaya yang di mark up, chip e-ktp yang tidak berfungsi (KTP Plastik), server e-ktp yang ditempatkan di luar negeri, duplikasi e-ktp "aspal" yang dikirim dari Vietnam dan seterusnya.
Anehnya pemerintah Jokowi sepertinya tidak pernah serius untuk mengungkap secara tuntas segala persoalan yang menyangkut e-ktp? Andai ada pihak-pihak yang memanfaatkan situasi terkait data kependudukan e-ktp demi tujuan politik tertentu tentulah ini sangat berbahaya.
Lebih lanjut menurut Suta, DPR harus menyatakan sikap dan menggunakan hak Angket atau Hak bertanya kepada pemerintah karena tanpa terasa empat tahun sudah pemerintah Jokowi berkuasa faktanya pemerintah tidak mampu menyelesaikan persoalan e-ktp.
"Penegakan hukum terhadap orang-orang yang terlibat pun seperti 'tebang pilih'. Masih ada puluhan orang penerima korupsi E-KTP yang bebas menjabat di legislatif maupun eksekutif. Bahkan terkesan seperti 'estafet' Korupsi, menjadikan persoalan KTP demi keuntungan politis nantinya." Duga Suta.
Apakah korupsi e-KTP ini merupakan estafet korupsi rezim, sehingga bukan semata korupsi uang tapi juga ada korupsi suara tengah berlangsung selama ini melalui pencetakan KTP? Mari kita tunggu perkembangan selanjutnya. **(HSW/Red-68)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar