CERPEN
KESENDUAN TANPA TETESAN AIR MATA
Desiran air laut memecah tepian Celincing
berkesan bak diriku, seperti engkau ketahui Celincing adalah sebuah pantai yang
indah, terletak di teluk Jakarta yang penuh dengan deburan ombak bergumpal gumpal
menghempas pantai bagaikan salju putih. Jauh dari teluk Jakarta itu nun jauh
ditengah laut kelihatan beribu pulau bersama nyiur melambai disertai
perahu-perahu. Layar nelayan laju ditiup angin senja, suatu perpaduan alam yang
cukup harmonis.
Disenja itu, aku dan putri duduk
santai dibawah sebatang pohon nyiur yang daunnya rindang dan condong kelaut
dihembus angin bergemercik berirama serta melambai-lambai laksana melukiskan
kerinduan bersama burung-burung camar terbang bebas diatas angkasa, sekali-sekali
burung camar itu menukik-nukik menyambar anak-anak ikan dipermukaan laut,
pandangan kami terus tertuju ke perahu-perahu layar nelayan yang dipermainkan
gelombang bagai sabut kelapa di tengah samudera. Kekasih ku Putri yang duduk
membisu disampingku masih menggores-gores pasir dengan jari-jarinya sendiri
akibat dipermainkan angin.
Putri terus saja membisu, akupun
begitu juga, belum bisa mengutarakan tujuan yang sudah kugariskan sebelum aku
tadi menjemputnya tiga jam yang lalu. Ku bawa dia ke pantaiitu setelah aku
minta izin kepada orang tuanya. Orang tuanya tak keberatan karena kami sudah
lama menjalin hubungan, kemudian dengan sepeda motor, sepeda motor tua yang
layak dijual kepada tukang loak. Kami berboncengan dengan mesra, bagaikan
sepasang suami istri.
Kami begitu asyik memandang jauh
ketengah laut, masih membisu. Suara tape recorder orang yang duduk tak jauh
dari tempat kami hanyut dibuai alunan suara Hetti Koes Endang yang sendu
menyanyikan lagu “sebelum berkembang” membuat ingatanku melayang ke 40 tahun
yang lalu, dimana untuk yang pertama kalinya aku mengenal Putri yang sekarang
kepalanya bersandar di bahuku dengan manja. Waktu itu aku baru saja turun dari
kapal Tampomas yang membawaku dari Belawan Medan, Kapal yang aku tumpangi itu
sudah terkubur akibat kemajuan teknologi, sudah dilebur menjadi besi tua.
Itulah suatu kenangan manis yang tak mudah untuk
dilupakan. Supaya engkau ketahui ketika itu Putri kulihat berdiri sendirian
dibawah tangga memperhatikan setiap orang yang turun dari kapal, diwajahnya
terbayang rasa kecewa, entah siapa yang dia tunggu aku tak tahu. Entah bisikan
dari siapa, begitu aku turun mencecahkan kaki di pelataran terminal lantas saja
aku berdiri disampingnya...... **(MARTIAS MK)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar