Ketua Umum DPP APKOMINDO Soegiharto Santoso memperkuat laporan dan meminta pengawasan khusus MA, KY, serta Bawas atas perkara banding PT TUN Jakarta.
Soegiharto Santoso menempuh langkah hukum lanjutan dengan mengajukan permohonan pengawasan khusus atas pemeriksaan banding perkara 342/B/2025/PT.TUN.JKT demi menjaga integritas peradilan Indonesia.
Permohonan itu disampaikan melalui surat resmi tertanggal 22 Desember 2025 kepada Mahkamah Agung, Komisi Yudisial, dan Badan Pengawasan MA, serta telah diregistrasi KY sehari kemudian.
Langkah tersebut merupakan penguatan laporan terpadu sebelumnya terkait dugaan maladministrasi dan rekayasa hukum sistematis yang dinilai mencemari proses peradilan dari tingkat pertama hingga peninjauan kembali.
Soegiharto, yang juga Sekjen PERATIN dan Wakil Ketua Umum SPRI, menilai perkara banding di PT TUN Jakarta memiliki risiko pengulangan pola serupa jika tidak diawasi secara ketat.
Ia mengungkapkan sedikitnya sembilan putusan pengadilan diduga berfondasi dokumen bermasalah, namun tetap menguntungkan pihak Rudy Dermawan Muliadi secara beruntun.
"Situasi tersebut dinilai mengancam kredibilitas lembaga peradilan dan menimbulkan kekhawatiran serius terhadap kepastian hukum, khususnya bagi dunia usaha nasional," ungkapnya dalam keterangan pers, Selasa (23/12).
Pengalaman pribadi menjadi landasan kuat laporan ini. Pada 2016, Soegiharto mengaku menjadi korban kriminalisasi melalui proses hukum cepat dan tidak wajar hingga sempat ditahan.
Di persidangan, kebenaran terungkap setelah seorang saksi menyatakan adanya pihak yang menyediakan dana untuk memenjarakan Soegiharto, memperkuat dugaan praktik hukum transaksional.
Pengadilan Negeri Bantul akhirnya menyatakan Soegiharto tidak bersalah, dan putusan tersebut dikuatkan Mahkamah Agung, namun laporan balik yang ia ajukan justru dihentikan.
“Kontras ini menunjukkan bagaimana uang dan kuasa bisa mendikte hukum. Ini bukan kasus personal, tapi gejala sistemik,” tegas Soegiharto dalam keterangannya.
Ia menegaskan pengaduan ke Komisi Yudisial dilakukan demi menjaga marwah peradilan, bukan untuk menyerang institusi, melainkan memastikan proses hukum berjalan jujur dan adil.
Menindaklanjuti arahan KY, Soegiharto sebelumnya juga mengajukan permohonan pengawasan khusus terhadap perkara banding lain di PT TUN Jakarta yang melibatkan klaim kepengurusan APKOMINDO.
Dengan terbitnya nomor banding baru, permohonan pengawasan kembali disesuaikan agar seluruh lembaga pengawas bertindak sinergis, intensif, dan terkoordinasi.
Ia memaparkan pola kecurangan berupa klaim kepengurusan ganda, kesaksian yang saling bertentangan, serta penggunaan akta notaris yang tidak memuat peristiwa hukum sebagaimana diklaim.
Soegiharto menyebut putusan perkara pokok bagaikan bangunan tanpa fondasi kuat, namun ironisnya dikukuhkan hingga tingkat kasasi dan peninjauan kembali.
“Jika ini dibiarkan, publik akan kehilangan kepercayaan. Saya siap diklarifikasi dan berhadapan langsung dengan majelis hakim demi transparansi,” ujarnya tegas.
Dalam suratnya, ia meminta MA membentuk tim audit khusus, KY melakukan pengawasan etik mendalam, serta Bawas MA mengaudit proses administrasi dan prosedural.
Ia juga menyampaikan keyakinan bahwa hakim PT TUN Jakarta dapat memeriksa perkara secara independen dan berintegritas, dengan kehati-hatian ekstra atas rekam jejak pihak pembanding.
Meski kritis, Soegiharto tetap menyampaikan apresiasi terhadap lembaga peradilan, seraya menegaskan kepercayaannya bahwa keadilan masih dapat ditegakkan.
Ia mencontohkan APKOMINDO justru memenangkan 12 perkara lain di seluruh tingkatan peradilan berdasarkan fakta dan hukum yang kuat dan sah.
Perjuangan hukum ini mendapat perhatian luas, dengan puluhan media daring memberitakan permohonan pengawasan dan dugaan rekayasa hukum yang diungkapkan.
“Kami mewakili dunia usaha yang membutuhkan kepastian hukum. Jika peradilan bisa direkayasa, iklim usaha nasional akan hancur,” tandas Soegiharto.
Soegiharto berharap pengawasan terpadu menjadi momentum membersihkan peradilan, memulihkan kepercayaan publik, dan memastikan hukum berdiri adil tanpa intervensi kekuasaan maupun uang.
Penulis: Lakalim Adalin
Editor: Arianto






.jpg)





















